Selasa, 25 Maret 2014

EVALUASI PELAYANAN PUBLIK PDAM KAPUAS HULU



EVALUASI PELAYANAN PUBLIK PDAM KAPUAS HULU
Mata Kuliah  : Administrasi Keuangan












Disusun oleh Kelompok:

Anggota                      : Hambali
Anggota                      : Lilis Bonaventura Octaviana
Anggota                      : Sahlan





A.    LATAR BELAKANG
Kebutuhan mendasar yang paling fundamental dalam kehidupan manusia, antara lain adalah kebutuhan akan makanan, pakaian,  minuman/air. Sebagai salah satu kebutuhan mendasar, posisi air menjadi satu kebutuhan wajib bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Tanpa air, kehidupan manusia  maupun makhluk  lainnya tidak bisa berlangsung.

Berititik tolak pada eksistensi air yang begitu strategis dalam kehidupan manusia, maka pengelolaan air wajib dilaksanakan dan dikendalikan oleh negara. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan, bahwa “ Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakaan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.

Dalam upaya memanage air sehingga dapat berfungsi secara optimal bagi kepentingan rakyat, Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kapuas Hulu ditunjuk sebagai penyedia layanan publik dalam bidang “air minum” oleh Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu.

Perusahaan Daerah Air Minum, selain sebagai pengelola air minum, juga bertindak atas nama pemerintah kabupaten Kapuas Hulu sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dari dua fungsi yang berbeda ini, memberikan satu “konsekwensi tugas” yang berat kepada direksi PDAM dan seluruh jajarannya. Pada satu sisi, PDAM didirikan sebagai “pelayan publik”, sementara di sisi yang lainnya, PDAM adalah organisasi yang betugas sebagai salah satu “pencari sumber pendapatan” atau keuntungan bagi daerah.

Dalam kehidupan organisasi, pemimpin atau direksi adalah pengendali utama dari seluruh rangkain kegiatan. Di PDAM, “manajer” utama disebut “direksi’. Mengacu ke Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Organ Dan Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum, bahwa Direksi atau Calon Direksi mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:
1.        mempunyai pendidikan Sarjana Strata 1(S-1):
2.        mempunyai pengalaman kerja 10 tahun bagi yang berasal dari PDAM atau mempunyai
pengalaman kerja minimal 15 tahun mengelola perusahaan bagi yang bukan berasal dari PDAM yang dibuktikan dengan surat keterangan (referensi) dari perusahaan sebelumnya dengan penilaian baik;
3.        lulus pelatihan manajemen air minum di dalam atau di luar negeri yang telah terakreditasi dibuktikan dengan sertifikasi atau ijazah;
4.        membuat dan menyajikan proposal mengenal visi dan misi PDAM;
5.        bersedia bekerja penuh waktu:
6.        tidak terikat hubungan keluarga dengan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah atau Dewan Pengawas atau Direksi lainnya sampai derajat ketiga menurut garis lurus atau kesamping termasuk menantu dan ipar; dan
7.        lulus uji kelayakan dan kepatutan yang dilaksanakan oleh tim ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

Dengan ditetapkannya Persyaratan di atas, diharapkan dapat dijadikan referensi oleh Kepala Daerah dalam melakukan seleksi maupun fit and proper test terhadap Direksi maupun Calon direksi PDAM. Peran direksi atau pimpinan sangat menentukan kinerja PDAM dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. baik buruknya kinerja PDAM kerap diidentikkan dengan kemampuan direksi..

Penyediaan air dilihat dari pengelolaan tata pemerintahan merupakan salah satu bentuk pelayanan publik yang diberikan pemerintah kepada masyarakat. pasca reformasi, pelayanan publik dianggap sebagai  isu strategis terhadap barometer kinerja pemerintah.

Dalam  upaya untuk merespon persoalan tersebut serta dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, berbagai kebijakan, strategi dan program terus disusun oleh pemerintah, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam implementasinya, pelayanan publik yang diberikan pemerintah masih menuai berbagai kritik. Kinerja dan perilaku pemerintah belum mampu memenuhi harapan masyarakat. Guna menyamakan persepsi terhadap kepuasan masyarakat, melalui Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), disusun indeks kepuasan masyarakat sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan. Di samping itu data indeks kepuasan masyarakat akan dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.

Sebagai sebuah instistusi yang bertugas memberikan pelayanan publik dalam menyediakan “air” kepada masyarakat, maka penulis tertarik untuk mengangkat persoalan ini, yang selanjutnya kami beri judul “Evaluasi Pelayanan Publik PDAM Kapuas Hulu”.

B.      KERANGKA TEORI

1.        Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)

Mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Organ Dan Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum, “Perusahaan Daerah Air Minum yang selanjutnya disingkat PDAM adalah Badan Usaha Milik Daerah yang bergerak di bidang pelayanan air minum

Selanjutnya dalam Pasal 2, secara umum dinyatakan:
(1)   PDAM yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah didukung dengan organ dan kepegawaian.
(2)   Organ PDAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a.       Kepala Daerah selaku pemilik modal;
b.      Dewan Pengawas: dan
c.       Direksi.


2.        Pelayanan Publik

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Kep/25/M.Pan/2/2004, “Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan          perundang-undangan”

3.        Pelanggan

Pelanggan menurut Dharmmesta dan Handoko (1997:12) yaitu individu-individu yang melakukan pembelian untuk memenuhi kebutuhan pribadinya atau konsumsi rumah tangga.





4.        Kepuasan pelanggan

Kotler (2002:42) menyatakan bahwa perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil dari suatu produk dan harapan-harapannya.


5.        Kualitas pelayanan

Definisi dari Nasution (2004:47) bahwa kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang
diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.

6.        Model Pelayanan

Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan menurut Lupiyoadi (2001, hal : 147) adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model SERVQUAL (Service Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam serangkaian penelitian mereka yang melibatkan 800 pelanggan terhadap enam sektor jasa : reparasi, peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon jarak jauh, perbankan ritel, dan pialang sekuritas disimpulkan bahwa terdapat lima dimensi SERVQUAL sebagai berikut (Parasuraman et al, 1998).

a.        Tangibles,
bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.

b.        Reliability,
kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama, untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

c.         Responsiveness,
ketanggapan yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberi pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam pelayanan.

d.        Assurance,
jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).

e.         Emphaty,
memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan
pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

Sementara, Morgan Dan Murgatroyd (Warella, 1997:19) menambahkan, bahwa ada 10 kriteria yang bisa dipergunakan oleh pengguna jasa dalam menilai kualitas layanan publik:
1.        Realibility, kemampuan untuk melaksanakan pelayanan yang telah dijanjikan tepat waktu;
2.        Responsiveness, kesediaan untuk membantu pelanggan dengan menyediakan pelayanan yang cocok, seperti yang diharapkan.
3.        Competence, menyangkut pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat melaksanakan pelayanan.
4.        Acces, kemudahan untuk melakukan kontak dengan penyedia layanan jasa;
5.        Courtessy, sikap sopan, menghargai orang lain, penuh pertimbangan dan penuh persahabatan.
6.        Communication, selalu m personel emberikan informasi yang tepat kepada pelanggan dalam bahasa yang mereka pahami, mau mendengarkan mereka yang berarti menjelaskan tentang pelayanan, kemungkinan pilihan biaya, jaminan pada pelanggan bahwa masalah mereka akan ditangani.
7.        Credibility; dapat dipercaya. Jujur, dan mengutamakan kepentingan pelanggan.
8.        Security, bebas dari risiko, bahaya dari keragu-raguan;
9.        Understanding the customer; berusaha untuk mengenal dan memahami kebutuhan pelanggan dan menaruh perhatian pada mereka secara individual;
10.    Apperance presentation, penampilan dari fasilitas fisik, penampilan personel dan peralatan yang digunakan;


C.    GAMBARAN MASALAH
Output atau kinerja yang diberikan PDAM Kapuas Hulu, sampai saat ini masih jauh dari harapan masyarakat. Mulai dari “penyediaan” air, biaya, perilaku petugas sampai dengan  penangan masalah.
Pengalaman penulis dan hasil wawancara penulis terhadap pelanggan PDAM Kapuas Hulu memberikan satu gambaran, bahwa air sebagai salah satu kebutuhan mendasar manusia, belum mampu “disediakan” secara layak oleh PDAM, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Dari sisi kuantitas, debit air yang diterima masyarakat, tidak bisa setiap saat, kecuali para pengguna pompa air. Sementara perekonomian masyarakat, belum bisa memberikan kemampuan untuk membelikan pompa air pada setiap rumah tangga. Dari sisui kualitas, air sebagai salah satu “sumber konsumsi” utama bagi manusia dan kehidupan makhluk hidupnya, jelas sangat berarti terhadap “kesehatan”. Fakta yang terlihat selama ini, air yang datang ke konsumen belum memenuhi “standar nilai” yang layak bagi konsumen (keruh atau berpasir).
Dari aspek perilaku petugas, terlihat pada saat petugas mencatat pada “meteran” PDAM konsumen, belum menunjukkan “perilaku pelayan publik”. Sikap ketus, apatis dan emosional masih sering dijumpai, seharusnya sebagai pelayan publik, para petugas PDAM harus mampu menunjukkan perilaku yang sesuai dengan standar nilai para pelayan publik sebagaimana yang diharapkan.




D.    ANALISIS MASALAH
Mengacu pada “output” yang diberikan PDAM serta pada tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggungjawab, terdapat beberapa persoalan yang menjadi latar belakang penyebab  persoalan.  beberapa faktor tersebut, antara lain:
1.      Kebijakan
2.      Mekanisme Rekrutmen Direksi dan Tenaga Pelaksana PDAM
3.      Mekanisme kontrol terhadap PDAM
4.      Kinerja Sumber Daya Manusia

a)      kebijakan
Kebijakan atau kebijakan publik didefinsikan sebagai mendefinisikan  Kebijakan publik dikatakan sebagai apa yang tidak dilakukan maupun apa yang dilakukan oleh pemerintah. Thomas R. Dye ( 1981 ).

Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan Agenda
Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.
Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan.

Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik (Kimber, 1974; Salesbury 1976; Sandbach, 1980; Hogwood dan Gunn, 1986) diantaranya:
a.         telah mencapai titik kritis tertentu à jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius;
b.        telah mencapai tingkat partikularitas tertentu à berdampak dramatis;
c.         menyangkut emosi tertentu dari sudut kepent. orang banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media massa;
d.        menjangkau dampak yang amat luas ;
e.         mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ;
f.         menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)
Karakteristik : Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.
Ilustrasi : Legislator negara dan kosponsornya menyiapkan rancangan undang-undang mengirimkan ke Komisi Kesehatan dan Kesejahteraan untuk dipelajari dan disetujui. Rancangan berhenti di komite dan tidak terpilih.
Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.
2.Formulasi kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing slternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.[3]
3. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan
Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan.[4] Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah.[5]Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.[6]
4. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan
Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak.Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.
Sumber:

b)      Mekanisme Rekrutmen Direksi dan Tenaga Pelaksana PDAM
Eksistensi seorang pemimpin sangat menentukan dalam kehidupan organisasi. Sang pemimpin berperan dalam menentukan kelangsungan kehidupan maupun segala ekses yang timbul dari seluruh kebijakan, program dan seluruh faktor pendukung organisasi. Bertitik tolak dari peran seorang pemimpin/direksi pada PDAM,  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Organ Dan Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum memberikan beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh calon direksi.
Dalam beberapa oebservasi penulis terhadap mekanisme rekrutmen direksi, Kepala Daerah (BuPati) selaku “penentu” siapa yang menjadi direksi PDAM mengeyampingkan segala persyaratan yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Implikasi dari mekanisme rekrutmen direksi yang tidak berpedoman pada ketentuan adalah “kinerja PDAM” semakin terpuruk dibanding kepemimpinan sebelumnya. Pelayanan publik sebagai salah satu tugas yang harus diemban direksi PDAM dan pelaksana yang ada, masih jauh dari harapan masyarakat.
Sementara mekanime rekrutmen unsur pelaksana/ tenaga pendukung, baik teknis maupun administratif, pada PDAM Kapuas Hulu lebih cenderung pada “mekanisme enunjukan” oleh direksi. Keputusan pegangkatan karyawan, berdasarkan wawancara penulis, pengamatan di lapangan didasarkan pada pertimbangan subyektif direksi. Seperti, unsur kekeluargaan, karena prestasi atau minat di bidang olah raga tertentu.
c)      Audit  terhadap PDAM
Secara teoritis, kehidupan organisasi dimulai dengan perencanaan dan berakhir pada pengawasan/evaluasi/audit. Peran audit pada tindakan organisasional adalah untuk mengetahui seluruh infut yang digunakan, proses yang berlangsung atau output yang dihasilkan.
Badan Pengawas Keuangan dan Pemerintahan (BPKP) sebagai salah satu lembaga yang memiliki otoritas “audit” terhadap institusi pemerintah maupun non pemerintah menyimpulkan bahwa PDAM Kapuas Hulu pada status “disclaimer” atau tidak ada pendapat.
Hasil ini memberikan satu indikasi bahwa administrasi keuangan pada PDAM Kapuas Hulu pada posisi terendah dalam mekanisme pengelolaan maupun pertanggungjawaban keuangan.

d)      Kinerja Sumber Daya Manusia
Dari beberapa unsur manajemen yang ada, sumber Daya manusia merupakan sumber utama yang berperan terhadap organisasi. Kualitas dan profesionalisme SDM sangat menentukan kinerja yang dihasilkan.
Dari hasil pengamatan, wawancara dan analisis penulis, disimpulkan bahwa kemampuan SDM pada PDAM Kapuas Hulu masih rendah.
Kemampuan maupun kinerja yang dihasilkan dapat terlihat pada kemampuan teknis (pengelolaan penyediaan air), kemampuan administrasi (penyajian data/informasi), serta kemampuan lainnya, seperti pemberian pelayanan kepada pelanggan.
Dari berbagai kemampuan/keahlian para karyawan PDAM, belum menunjukkan hasil yang diharapkan sebagaimana yang ditetapkan pada “struktur organisasi dan Tata Kerja” yang memberikan gambaran tentang Tugas Pokok dan fungsi PDAM.






E.     KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa:
1.      Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu selaku “pemilik” modal dan “pengawas” Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kapuas Hulu, perlu membuat satu formulasi kebijakan yang tidak hanya berorientasi pada kepentingan PDAM sebagai organ pencari “sumber” pendapatan bagi Pemerintah Daerah, lebih dari itu, PDAM juga beperan sebagai “pelayan publik” kepada konsumen Kapuas Hulu;
2.      Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kapuas Hulu perlu melakukan upaya-upaya yang strategis, terencana dan terukur dalam meningkatkan pelayanan kepada konsumen;
3.      Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu, Perusahaan Daerah Air Minum serta masyarakat melalui DPRD Kapuas Hulu perlu melakukan koordinasi dalam upaya meningkatkan kinerja PDAM Kapuas Hulu;
4.      Dewan Pengawas Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kapuas Hulu agar lebih mengoptimalisasi peran “pengawasan” terhadap kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kapuas Hulu;
5.      Proses pengangkatan “direksi” Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kapuas Hulu seyogyanya didasarkan pada asas profesionalitas, tanpa diintervensi oleh kepentingan politik;
6.      Perlu dibentuk satu lembaga independen profesional yang “netral” dalam menilai kinerja direksi Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kapuas Hulu serta Dewan Pengawas.











DAFTAR PUSTAKA
1.        Peraturan Menteri Pendayagunaan aparatur negara Nomor : Per/20/M.PAN/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik;
2.        Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Organ Dan Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum;
3.        Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : Kep/25/M.Pan/2/2004 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah
4.        repository.usu.ac.id/bitstream/.../4/Chapter%20II.pdf
5.        Modul Teori Administrasi, Universitas Terbuka, hal.6.46.

Tidak ada komentar: