Minggu, 12 April 2015

BAB I ANALISIS KINERJA DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA KAPUAS HULU



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Organisasi dapat berjalan secara optimal dalam mengingplementasikan seluruh tujuan dan sasarannya, apabila seluruh elemen organisasi dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Beberapa persepsi dalam organisasi, baik organisasi publik maupun privat beranggapan bahwa keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung pada seberapa banyak faktor keuangan yang dimiliki.  Elemen organisasi/manajemen terdiri atas beberapa  unsur. George Terry dalam www.academia. edu/ 3502506, menyebutkan bahwa organisasi terdiri atas unsur: man (manusia), machine (mesin), money (uang), materials (material), market(pasar), and methods (metode).
Kecenderungan pemikiran para birokrasi ini pada akhirnya memunculkan implikasi pada satu stigma baru, yaitu tempat basah dan tempat kering. Organisasi publik yang seharusnya dilaksanakan oleh penyelenggara negara (birokrat/PNS) sebagai tempat pelayanan bagi publik sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menjadi terkesampaingkan oleh kepentingan pribadi PNS selaku penyelenggara negara. Kerangka filosofis sebagai konsideran menimbang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menyatakan “bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.  Kenyataan yang terjadi, organisasi publik lebih didominasi pada perilaku penyelenggarara yang berorintasi pada hasil (materi) yang didapatkan dengan cara mencari keuntungan atau memperkaya diri sendiri. Organisasi publik yang dianggap memiliki tempat basah (banyak anggaran) cenderung menjadi incaran semua PNS.
Implikasi berikutnya yang terjadi pada akhinrya bermuara pada orientasi kerja PNS yang memprioritaskan aspek keuangan dibandingkan melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai abdi negara. Sementara di aspek yang lain juga yang semakin memperkuat eksistensi keuangan dalam organisasi adalah  Badan Pengawas Keuangan sebagai bagian pengawas menempatkan keuangan dibadingkan kinerja sebagai salah satu indikator utama dalam melakukan penilaian keberhasilan kinerja organisasi. Keberadaan kinerja Manusia dalam melaksanakan pekerjaan di luar pekerjaan keuangan menjadi terkesampingkan.
Bertitik tolak pada persepsi birokrasi, ruang lingkup kinerja BPK, akhirnya melahirkan satu fakta empiris baru terhadap pembuktian terhadap mindset PNS yang mengenyampingkan peran Sumber Daya Manusia dalam organisasi. Fakta Pertama,  Program/kegiatan yang direncanakan oleh pimpinan di unit Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang berorientasi pada pengembangan Sumberdaya Manusia relatif sedikit. Alokasi pada kegiatan, seperti Anggaran Pendidikan dan Latihan dalam Organisasi Publik sangat minim.
Fakta kedua Jabatan Kasubbag Personalia (Sumber Daya Manusia) dianggap hanya pelengkap Struktur Organisasi dan Tata Kerja birokrasi. Tugas -  tugas Kasubbag Personalia  diidentikkan dengan tugas yang mengurus: kenaikan pangkat, berkala, izin atau cuti. Karena dianggap tidak memiliki kontribusi yang begitu memadai terhadap organisasi, Alokasi anggaran di Subbag Personalia cenderung sedikit dibandingkan dengan subbag/Seksi yang lain. Konsekwensi  yang muncul berikutnya adalah perhatian yang rendah terhadap Subbag Personil. Karena dianggap subbag personil, ruang lingkupnya terlalu sederhana, subbag personil diberikan tugas tambahan,  yakni tugas-tugas umum organisasi, sehingga jabatan yang muncul pada subbag personil adalah Kepala Subbag Personil dan Umum.
Secara esensial keberhasilan organisasi sangat dipengaruhi pada seberapa baik kualitas Sumber Daya Manusia yang ada di dalamnya. Di beberapa negara maju, seperti Negara Jepang,  dapat dijadikan sebagai salah satu contoh kepedulian terhadap Sumber Daya Manusia. Pasca runtuhnya Hiroshima dan Nagasaki, Kaisar Jepang (Hirohito) tidak mempertanyakan berapa banyak kerugian negara yang timbul?, berapa banyak tentara yang tersisa?, namun Kaisar mempertanyakan berapa banyak guru yang masih hidup, dan berapa sekolah yang masih berdiri. Ini merupakan salah satu pembuktian, betapa Jepang begitu peduli terhadap pembangunan Sumber daya Manusia dan pendidikan.
Indonesia sebagai Negara Berkembang, kosentrasi pembangunan masih memprioritaskan pada pembangunan infrastruktur atau sarana prasarana. Alokasi anggaran pada sektor Pembangunan sarana prasarana lebih dominan pada struktur APBN dan APBD. Pembangunan terhadap pendidikan dan sumberdaya manusia menjadi prioritas pemerintah baru terealisasi secara konstritusi pada Tahun 2002 dengan mengalokasikan anggaran untuk pendidikan sebesar 20 persen dari APBN. Ayat (4) Pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. (amandemen ke IV Tahun 2002).
Sebagai negara yang dikategorikan sebagai negara berkembang, persoalan yang dihadapi Bangsa Indonesia adalah tingginya angka kemiskinan, pengangguran, rendahnya mutu pendidikan serta angka kecukupan gizi yang kurang. Data statitistik (http://www.bps.go.id) menunjukkan per september 2013,  ada 11, 48 %   atau 28,55 juta orang penduduk miskin di Indonesia. Data Pengangguran per agustus 2013 adalah 6,25% atau 7,39 juta orang.  Kondisi ini jelas bertolak belakang dengan hakikat tujuan terbentuknya satu Negara.
Beberapa  penelitian mencoba mencari jawaban atas persoalan yang menimpa di hampir semua negara berkembang termasuk Indonesia. Kekayaan alam yang melimpah ruah, sumber daya air, mineral dan kekayaan alam lainnya yang tersedia ternyata tidak serta merta menjamin Indonesia menjadi negara yang makmur, sejahtera, gemah ripah loh jinawi sebagaimana harapan para found the father bangsa. Sebaliknya, keterbatasan sumber daya alam yang dimiliki tidak juga berakibat pada rendahnya kemakmuran masyarakat satu negara. Negara Singapura dengan segala keterbatasan sumber daya alam, mampu menjadi negara dengan pendapatan perkapita di atas Indonesia. Pendapatan perkapita Tahun 2012 Singapura US$ 57.238, sementara Indonesia pada tahun yang sama adalah US$ 4.380, sumber: http://dekapramesta.blogspot.com.
Hasil riset para peneliti, di antaranya hasil survey David McClelland dalam A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2012) berpendapat “bahwa pembangunan ekonomi tidak terjadi pada negara-negara berkembang termasuk di Indonesia, karena sebagian masyarakatnya tidak memiliki motivasi berprestasi tinggi, melainkan berprestasi rendah”. Survey David McClelland ini menunjukkan bawah salah satu penyebab kegagalan pembangunan ekonomi di Indonesia, bukan karena faktor saran prasarana atau sumber daya lainnya, melainkan pada faktor motivasi masyarakat Indonesia yang cenderung rendah. Kekayaan alam yang melimpah membuat sebagian rakyat Indonesia belum memiliki mental-mental kreatif dalam usaha-usaha ekonomi. Rendahnya pendapatan perkapita disinyalir karena dorongan semangat untuk bekerja lebih giat lagi tidak ada.
Sementara pendapat yang sama juga disampaikan Everett Hagen dalam A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2012). Beliau berpendapat “bahwa hambatan pembangunan ekonomi pada negara berkembang termasuk di Indonesia disebabkan karena sebagian besar SDM masyarakatnya tidak memiliki jiwa kreatif dan inovatif’. Bahkan ada kecenderungan sebagian besar SDM masih memiliki kecerdasan emosi (EQ) yang kurang baik, seperti sifat iri hati, dengki, benci, sakit hati dendam, minder, mudah depresi, mudah marah, tidak suka orang lain (bawahan, rekan kerja, atasam) lebih sukses, saling menjatuhkan kawan sekerja dan memfitnah rekan kerja sendiri, hal inilah tampaknya menjadi salah penyebab lemahnya kualitas SD di Indonesia.     
Kondisi keterpurukan bangsa ini memberikan satu indikasi, bahwa Sumber Daya Manusia di Indonesia perlu dilakukan “perbaikan kembali”. Kulitas Manusia Indonesia perlu dilakukan pembenahan.  Faktor kegagalan pembangunan ekonomi di antaranya karena rendahnya kualitas SDM. Christopher Huhne dalam David Megginson, Jennifer Joy-Matthews dan Pauld Banfield mengatakan bahwa “pengadaan/sumber Daya Manusia yang kompeten paling menentukan nasib negara maju dibandingkan faktor lainnya.
Terwujudnya SDM yang kompetens/ berkualitas tidak terjadi dengan sendirinya. Negara memiliki peran yang begitu besar. Pelaksanaaan pembangunan Sumber Daya Manusia dari masa ke masa tidak memberikan perubahan yang signifikan. Ketergantungan tenaga kerja bangsa kita ke negara lain menunjukan bukti bahwa SDM bangsa belum memiliki kualitas yang memadai. Dengan melihat kegagalan pembangunan sumber daya manusia ini menunjukkan bahwa Fungsi negara yang dijalankan lembaga pemerintahan belum mampu menunjukkan prestasi sebagaimana yang diharapkan.  
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Sistem Politik demokratis dapat dimaknai sebagai satu sistem pemerintahan yang dilaksanakan atas pelaksanaan kedaulatan di tangan rakyat. Dalam arti yang lain, rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi melalui lembaga perwakilannya. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, maka negara secara esensial berfungsi  “bagaimana melayani, memberi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat maupun mencerdaskan kehidupan bangsa melalui penyediaan lapangan pekerjaan, jaminan sosial, serta pendidikan bagi masyarakat”. .
Pendiri bangsa ini merumuskan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memposisikan rakyat sebagai tujuan terbentuknya satu negara. Pembentukan negara diharapkan mampu membentuk masyarakat yang sejahtera lahir dan bathin serta memiliki kecerdasan secara optimal. Tujuan pembentukan negara ditegaskan  dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945:
"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada:Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
Mengacu amanah tersebut, salah  point penting lahirnya negara Kesatuan Republik Indonesia ini, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan satu bangsa adalah tujuan yang harus dilaksanakan negara melalui seluruh komponen penyelenggara pemerintahan.  Kecerdasan adalah tujuan yang harus oleh negara.  Berbagai teori menjelaskan terhadap definisi kecerdasan. Gregory (http://www.pengertianahli.com/2013/12/pengertian-kecerdasan-dan-jenis.html) mendefinsikan kecerdasan adalah “kemampuan atau keterampilan untuk memecahkan masalah atau menciptakan produk yang bernilai dalam satu atau lebih bangunan budaya tertentu”. Berdasarkan pendapat Gregory,  dapat ditafsirkan bahwa kecerdasan berhubungan dengan kemampuan dan keterampilan dalam memecahkan persoalan yang dihadapi. Selain itu kecerdasan juga dimaknai sebagai kemampuan dalam melakukan penciptaan (kreasi) terhada[  produk yang memiliki nilai dalam satu bangunan tertentu. Pendapat Gregory ini memberikan beberapa unsur yang melekat dalam kecerdasan, yakni kemampuan, keterampilan, kreasi/kreatifitas, dan nilai produk.
Selain pendapat Gregory, beberapa pakar lain juga mendefinisikan terhadap kecerdasan. Jika Gegory melihat kecerdasan sebagai satu kemampuan,  Robbin melihat kecerdasan dari asal-usul kecerdasan itu sendiri. Selama ini interpretasi terhadap kecerdasan mengatakan ada yang didapatkan melalui pelatihan dan pendidikan, sementara yang lain berpendapat bahwa kecerdasan merupakan “bakat’ yang terlahir karena faktor genetika (keturunan). Atau ada juga yang mengatakan bahwa kecerdasan merupakan kombinasi faktor keturunan dan pendidikan dan latihan yang diperoleh. Pendapat yang memperkuat bahwa kecerdasan adalah bawaan sejak lahir atau karena hasil latihan disampaikan adalah Robbin (2000: 67) “kemampuan merupakan bawaan kesanggupan sejak lahir atau merupakan hasil dari latihan yang digunakan untuk melakukan suatu pekerjaan. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan fisik dan kemampuan intelektual. Kemampuan fisik berkaitan dengan stamina dan karakteristik tubuh, sedangkan kemampuan intelektual berkaitan dengan aktivitas mental.
Pendapat Robbin dapat dimaknai bahwa kemampuan merupakan karakteristik yang dimiliki seseorang atau hasil yang didapatkan dari latihan dalam melakukan suatu pekerjaan. Selama ini ada kecenderungan, bahwa kecerdasan seseorang merupakan kodrat atau faktor keturunan semata. Faktor genetika menjadi penentu kecerdasan seseorang. Di satu sisi pendapat ini dapat dibenarkan, namun di sisi yang lain dapat juga dimaknai, bahwa kecerdasanan dapat terbentuk melalui pendidikan dan latihan. Kemampuan secara umum terbagi dalam kemampuan fisik dan kemampuan mental.
Dalam konteks kemampuan, juga sering dikaitkan dengan keterampilan. Secara harfiah, dua kata ini memiliki makna yang berbeda. Namun secara esensial  Keterampilan dapat juga diterjemahkan sebagai bagian dari kemampuan dalam menyelesaikan untuk tugas tertentu. Robbins dalam Harbani Pasolong (2013:235) menjelaskan bahwa “ kemampuan adalah suatu kapasitas untuk mengerjakan tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan tersebut dapat dilihat dari dua segi, yakni (1) kemampuan intelektual, yaitu kemampuan untuk melakukan kegiatan mental, dan (2) kemampuan fisik, yaitu kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan.
Sementara Anita E. Woolfolk dalam   www. pengertianahli.com/ 2013/12 /pengertian-kecerdasan mendefinisikan “Kecerdasan adalah kemampuan untuk belajar, keseluruhan pengetahuan yang diperoleh, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya”. Anita E. Woolfolk berpendapat bahwa kecerdasan tidak hanya berkaitan dengan kemampuan menyelesaikan masalah atau menyesuaikan diri, lebih dari itu, kecerdasan berhubungan dengan kemampuan untuk belajar. Anita beranggapan bahwa, kemampuan belajar merupakan satu proses awal untuk membangun kemampuan yang lainnya. Lahirnya kemampuan dalam menyelesaikan masalah, beradaptasi atau menyesuaikan dengan kondisi baru dimulai dari kemampuan untuk belajar secara terlebih dahulu.
Dengan memiliki kecerdasan diharapkan bangsa kita mampu menjadi bangsa yang tangguh, yang mampu menyelesaikan segala persoalan dan tantangan dalam abad 21 ini. Dinamika, tantangan dan kerumitan di abad 21 sangat berbeda dengan abad – abad yang lalu.  Abad 21 identik dengan  globalisasi. Berbagai perubahan terjadi dalam berbagai dimensi kehidupan. Sisi yang lain, Perubahan   juga membawa pada satu keadaan yang semakin kompleks dan rumit. Tantangan di abadi 21 terdiri berbagai macam. Robert B Trucker mengiventarisir tantangan abad 21, meliputi: “(1) Kecepatan (speed) (2) Kenyamanan (convienience); (3) Gelombang generasi (agewave); (4) Pilihan (choice); (5) Ragam gaya hidup (life style); (6) Kompetisi harga (discounting); (7) Pertambahan nilai (value added);  (8) Pelayanan pelanggan (customer service); (9) teknologi sebagai andalan (techno age); (10) Jaminan mutu (quality control);”
Tanggungjawab mencerdaskan bangsa adalah tanggungjawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan pihak-pihak lain. Tanggungjawab mencerdaskan kehidupan bangsa diwujudkan  pemerintah melalui Program pendidikan. Secara konstitusional, setiap masyarakat dijamin haknya pengajaran. Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas pengajaran”.  Pengajaran juga dapat  diartikan sebagai pendidikan. Para ahli mendefinsikan pendidikan dari berbagai sudut pandang. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
 Perhatian terhadap pendidikan, tidak hanya menjadi fokus perhatian bangsa-bangsa terbelakang dan berkembang. Organisasi dunia (WHO) membentuk satu lembaga khusus yang menangani pendidikan, yakni UNESCO. Lembaga ini mendefinisikan pendidikan sebagai “(1) learning how to think  (belajar bagaimana berpikir); (2) learning how to do (belajar bagaimana melakukan); (3) learning how to be (belajar bagaimana menjadi); (4) learning how to learn (belajar bagaimana belajar); (5) learning how to live together (belajar bagaimana hidup bersama); Sumber: https://www.academia.edu/
Kementrian Pendidikan sebagai lembaga tertinggi pendidikan menetapkan misi atau tujuan yang ingin dicapai dalam bidang pendidikan sebagaimana tertuang dalam Rencana strategis Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Visi Kemdikbud 2014, yakni “Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan dan Kebudayaan untuk Membentuk Insan Indonesia yang Cerdas dan Beradab”
Untuk mewujudkan visi tersebut, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan  merumuskan misinya sebagai berikut. Misi 1 adalah meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan, Misi 2 memperluan keterjangkauan layanan pendidikan, misi 3 adalah meningkatkan kualitas/ mutu dan relavansi layanan pendidikan, misi 4 mewujudkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan, misi 5 adalah menjamin kepastian memperolah layanan pendidikan.
Dalam upaya mewujudkan visi-misi pendidikan serta sebagai upaya mendorong organisiasi ke arah yang lebih baik, yang pada akhirnya mampu mencapai seluruh amanat para pendiri negeri ini (found the fahter), kinerja Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pendidikan menjadi salah satu penentu terhadap capaian  keberhasilan pencapaian cita-cita negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Terwujudnya  cita-cita negara yang dilaksanakan melalui kebijakan, program/kegiatan pendidikan, rencana strategis maupun rencana kerja Dinas pendidikan dapat dilihat pada capaian hasil kerja (kinerja) Pegawai Negeri sipil yang ada di dalamnya.  
Kinerja dimaknai sebagai hasil atas pekerjaan yang dilakukan seseorang terhadap pekerjaan tertentu. Pekerjaan berhubungan erat dengan pencapaian hasil seorang. Jika kinerja merupakan merupakan hasil yang dicapai seseorang atas satu beban pekerjaan tertentu, maka kinerja  juga dapat ditafsirkan sebagai satu perbandingan antar apa yang ditetapkan melalui rencana dengan apa yang telah dicapai dalam hasil.
Sebagai referensi penulis dalam melakukan penelitian terhadap kinerja, sekaligus sebagai upaya menyamakan persepsi, berikut kami kutip beberapa pendapat pakar terhadap kinerja. Bernardin dan  Russel  dalam Ruky  (2002:15)  memberikan pengertian kinerja sebagai “performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during time period.  (kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi  pekerjaan  tertentu  atau kegiatan  selama  kurun  waktu  tertentu).Pendapat Bernardin dan  Russel menjelaskan bahwa kinerja merupakan catatan atas hasil yang dilakukan dalam melakukan satu pekerjaan. Penilaian terhadap kinerja dilaksanakan dalam satu periode tertentu. Ada limit waktu dalam penilaian pekerjaan.
Sejalan dengan pendapat Bernardin dan Rusel adalah pendapat Ilyas. Menurut Ilyas (1999: 99) mendefinisikan kinerja sebagai “penampilan hasil kerja personil dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi”
Sementara pendapat yang lain, Gibson dkk  dalam Dedi Rianto (2003: 355) menjelaskan bahwa “job performance adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja kefektifan kinerja lainnya. Gibson mengaitkan bahwa kinerja selain merupakan hasil dari pekerjaan, kinerja juga berhubungan dengan pencapaian terhadap tujuan organisasi. Hal lain yang dinilai dalam kinerja adalah efesiensi dalam penggunaan sumber daya serta  efektifitas terhadap pencapaian organisasi.
Pendapat lain dari kinerja disampaikan Dessler dalam Dedi Rianto (2000:87).  pakar ini berpendapat bahwa:
“kinerja (prestasi kerja) karyawan adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan”. Dalam penjelasan berikutnya, Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Selain itu dapat juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya. Kinerja adalah sebuah produk dari organisasi maupun individu. Untuk membangun organisasi dan individu yang berkualitas dibutuhkan satu kajian yang mendalam, evaluasi yang komprehensif serta penelitian yang reliable”

Kinerja, Penilaian kinerja dan standar kimerja adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Keberhasilan atas penilaian kerja tidak akan berjalan optimal tanpa   pengukuran kinerja yang tepat. Sebaliknya, pengukuran kinerja yang tepat membutuhkan satu standar kinerja yang tepat.   
Implementasi kinerja sebagai satu hasil terhadap satu pekerjaan tertentu memberikan satu gambaran awal terhadap kualitas satu organisasi. Kinerja yang baik menunjukkan bahwa organisasi tersebut memiliki kualitas yang memadai.  Dalam konteks terhadap perwujudan kecerdasan melalui pendidikan, beberapa  fenomena yang tidak lazim terlihat pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kapuas Hulu sebagai organisasi penanggungjawab sekaligus leading sektor terhadap program pendidikan.
Rendahnya mutu pendidikan maupun kinerja para  tenaga pendidik dan kependidikan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu, tidak semata-mata dipengaruhi faktor individu para Tenaga Pendidik dan Kependidikan itu sendiri, lebih dari itu, di antaranya dilatarbelakangi oleh berbagai faktor yang ada.
Faktor-faktor tersebut,  antara lain: kinerja PNS di lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Kapuas Hulu. Kinerja PNS di Dinas   Pendidikan Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Kapuas Hulu belum menunjukkan kinerja sebagaimana yang diharapkan. 
Beberapa fakta  yang dapat penulis sampaikan dalam kaitan terhadap rendahnya kinerja PNS di lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Kapuas Hulu:
1.        dalam konteks tertib administrasi atau pelaksanaan tugas:
a.       Sebagian Laporan pelaksanaan pekerjaan tidak dibuat oleh unsur pimpinan, baik Kepala Seksi/Kepala Sub Bagian, Kepala Bidang atau Sekretaris. Eksistensi laporan dalam pengambilan keputusan dan perencanaan kerja begitu strategis. Laporan adalah informasi awal yang dijadikan salah satu acuan terhadap pengambilan keputusan maupun perencanaan.  
b.      Pembayaran Gaji Guru kontrak tidak dapat dibayarkan secara penuh. Hasil penuturan Kasubbag Keuangan, Sdr. Normansyah, S.E menyatakan bahwaKondisi ini disebabkan oleh mekanisme penganggaran yang dibuat oleh Kasubbag Program tidak disesuaikan dengan kebutuhan (jumlah Guru yang ditetapkan sebagai Guru Kontrak melalui Keputusan Bupati Kapuas Hulu) serta Perubahan peraturan yang ditetapkan melalui Keputusan Bupati Kapuas Hulu berkenaan dengan gaji Guru Kontrak.  
c.        Proses pelaksanaan Sosialisasi tentang Penilaian Kinerja Pegawai (SKP) tidak dilaksanakan. hasil penuturan Kasubbag Personil dan Umum, Sdr. M. Yamin, S.E menyatakan bahwa “anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan sosialisasi (bantuan transport bagi peserta) tidak sesuai dengan kondisi jarak yang ditempuh peserta.  Di sisi lain, M. Yamin menjelaskan “peserta yang ditetapan untuk menjadi peserta terlalu besar, yakni 1.000 orang. dengan melihat kapasitas sarana dan prasarana yang dimiliki, tugas-tugas lain yang harus dikerjakan, kegiatan ini tidak kami laksanakan”.
d.        Dalam konteks layanan:
a.         Standar Operasional Prosedur tidak tersedia. informasi yang disampaikan pihak Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, baik yang diberikan kepada Guru, UPT/Pengawas atau Pihak Lain, seperti Kontraktor tidak memberikan satu kepastian persyaratan atau prosedur layanan.
b.         Informasi yang diminta pihak lain yang terkait kegiatan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga tidak tersedia secara akurat, valid dan cepat. dari hasil pemeriksaan Badan Pengawas, informasi terhadap data PNS, baik di Lingkungan sekolah maupun unit pelaksana teknis dan pengawas bertolak belakang satu sama lain.
c.       Fasilitasi terhadap usulan kenaikan pangkat guru, kenaikan gaji berkala tidak terlaksana sesuai  target yang ditetapkan. di bidang SMP/SMA/SMK pada tahun 2014, ada 25% usulan kenaikan pangkat tidak dapat diproses oeh Badan Kepegawaian Daerah Kapuas Hulu dan ditetapkan Surat Keputusan Kenaikan Pangkat. sementara di bidang TK/ SDN, ada 30% usulan kenaikan pangkat guru SD yang tidak dapat diproses untuk ditetapkan Surat Keputusan tentang kenaikan pangkat.

Mengacu pada beberapa  konsep teoritis pendidikan dalam kehidupan umat manusia yang begitu strategis, tujuan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, Visi-Misi yang ditetapkan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, tugas pokok dan fungsi Dinas Pendidikan, Pemuda olah Raga Kabupaten Kapuas Hulu, posisi Sumber Daya Manusia dalam organisasi serta fakta yang terjadi terhadap kinerja, Penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan ini  ke dalam satu penelitian dengan Judul “ Analisis Kinerja Dinas Pendidikan, Pemuda olah raga Kabupaten Kapuas Hulu”.

B.       Penelitian Terdahulu
Persoalan yang sama pernah dilakukan penelitian oleh peneliti terdahulu. Peneliti tersebut di antaranya dilakukan oleh:
1.    Rakhmat Nugroho, S.E (2006.) dengan Judul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan. Kesimpulan Penelitian:
a.         Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kepemimpinan dan kinerja karyawan;
b.         Terdapat  pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi terhadap kinerja karyawan;
2.     Moh. Dachirin Said (2008) dengan Judul  Analisis Kinerja Pegawai pada Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan Semarang. Kesimpulan Penelitian:
a.         Kualitas hasil kerja yang terbina dengan baik disebabkan adanya komitmen pegawai terhadap sasaran organisasi (target oriented);
b.         Rendahnya resistensi pegawai dalam melaksanakan tugas  menyebabkan kuantitas hasil kerja yang memadai;
c.         Adanya tanggungjawab yang tinggi dari pegawai disebabkan adanya pemahaman dan konsistensi pegawai terhadap tugas yang menjadi tanggungjawabnya;
d.        Implementasi prosedur kerja yang relatif baik
C.      Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah:
1.      Bagaimana Pelaksanaan Kinerja di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kapuas Hulu?
2.      Faktor-faktor apa saja yang menjadi faktor tinggi rendahnya kinerja?
D.      Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus dan  lokus penelitian, maka tujuan penelitian adalah:
1.    Mengetahui tingkatan kinerja di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kapuas Hulu
2.    Menggali manajemen kinerja yang ada
3.    Mengetahui permasalahan faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kinerja
4.    Mengetahui faktor – faktor yang paling dominan terhadap kinerja PNS.
E.       Manfaat Penelitian
1.    Bagi Penulis
-       Memahami implementasi kinerja di lokus penelitian dengan mengacu pada perspektif teoritis dan logika peneliti;
-       Mengaplikasikan dan mengkombinasikan konsep yang didapatkan dari teoritis dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
-       Mengembangkan teori manajemen ke dalam satu praktek nyata dunia kerja;
-       Memberikan sumbangsih teori dan analisis sebagai mahasiswa maupun PNS;
2.    Bagi Akademis
-       Memberikan referensi baru terhadap penelitian yang sama;
-       Mengimplementasikan teori yang didapatkan dari dunia akademis ke dalam duni praktis.
3.    Bagi Dunia Kerja (Praktis)
-       Memberikan referensi dan sumbangsih terhadap usaha-usaha perbaikan kinerja di Lingkunga organisasi, khususnya Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
-       Memberikan satu deskripsi terhadap kebijakan yang ditetapkan, rencana strategis, standar pelayanan minimal, peraturan perundang-undangan yang berlaku serta tugas pokok dan fungsi yang ada di lingkungan kerja Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Kapuas Hulu.

Tidak ada komentar: