BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Organisasi
dapat berjalan secara optimal dalam mengingplementasikan seluruh tujuan dan
sasarannya, apabila seluruh elemen organisasi dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Beberapa persepsi dalam organisasi, baik organisasi publik
maupun privat beranggapan bahwa keberhasilan sebuah organisasi sangat
tergantung pada seberapa banyak faktor keuangan yang dimiliki. Elemen organisasi/manajemen terdiri atas
beberapa unsur. George Terry dalam www.academia.
edu/ 3502506, menyebutkan bahwa organisasi terdiri atas unsur: man (manusia), machine (mesin), money (uang), materials (material), market(pasar), and methods (metode).
Kecenderungan pemikiran para birokrasi
ini pada akhirnya memunculkan implikasi pada satu stigma baru, yaitu tempat
basah dan tempat kering. Organisasi publik yang seharusnya dilaksanakan oleh
penyelenggara negara (birokrat/PNS) sebagai tempat pelayanan bagi publik
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik menjadi terkesampaingkan oleh kepentingan pribadi PNS selaku
penyelenggara negara. Kerangka filosofis sebagai konsideran menimbang Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menyatakan “bahwa negara
berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak
kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Kenyataan yang terjadi, organisasi publik lebih
didominasi pada perilaku penyelenggarara yang berorintasi pada hasil (materi)
yang didapatkan dengan cara mencari keuntungan atau memperkaya diri sendiri.
Organisasi publik yang dianggap memiliki tempat basah (banyak anggaran) cenderung
menjadi incaran semua PNS.
Implikasi berikutnya yang terjadi pada
akhinrya bermuara pada orientasi kerja PNS yang memprioritaskan aspek keuangan
dibandingkan melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai abdi negara. Sementara
di aspek yang lain juga yang semakin memperkuat eksistensi keuangan dalam
organisasi adalah Badan Pengawas
Keuangan sebagai bagian pengawas menempatkan keuangan dibadingkan kinerja sebagai
salah satu indikator utama dalam melakukan penilaian keberhasilan kinerja
organisasi. Keberadaan kinerja Manusia dalam melaksanakan pekerjaan di luar
pekerjaan keuangan menjadi terkesampingkan.
Bertitik tolak pada persepsi birokrasi,
ruang lingkup kinerja BPK, akhirnya melahirkan satu fakta empiris baru terhadap
pembuktian terhadap mindset PNS yang
mengenyampingkan peran Sumber Daya Manusia dalam organisasi. Fakta Pertama, Program/kegiatan yang direncanakan oleh
pimpinan di unit Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang berorientasi pada
pengembangan Sumberdaya Manusia relatif sedikit. Alokasi pada kegiatan, seperti
Anggaran Pendidikan dan Latihan dalam Organisasi Publik sangat minim.
Fakta kedua Jabatan Kasubbag Personalia (Sumber Daya Manusia) dianggap
hanya pelengkap Struktur Organisasi dan Tata Kerja birokrasi. Tugas - tugas Kasubbag Personalia diidentikkan dengan tugas yang mengurus: kenaikan
pangkat, berkala, izin atau cuti. Karena dianggap tidak memiliki kontribusi
yang begitu memadai terhadap organisasi, Alokasi anggaran di Subbag Personalia
cenderung sedikit dibandingkan dengan subbag/Seksi yang lain. Konsekwensi yang muncul berikutnya adalah perhatian yang
rendah terhadap Subbag Personil. Karena dianggap subbag personil, ruang
lingkupnya terlalu sederhana, subbag personil diberikan tugas tambahan, yakni tugas-tugas umum organisasi, sehingga
jabatan yang muncul pada subbag personil adalah Kepala Subbag Personil dan
Umum.
Secara esensial keberhasilan organisasi
sangat dipengaruhi pada seberapa baik kualitas Sumber Daya Manusia yang ada di
dalamnya. Di beberapa negara maju, seperti Negara Jepang, dapat dijadikan sebagai salah satu contoh
kepedulian terhadap Sumber Daya Manusia. Pasca runtuhnya Hiroshima dan
Nagasaki, Kaisar Jepang (Hirohito) tidak mempertanyakan berapa banyak kerugian
negara yang timbul?, berapa banyak tentara yang tersisa?, namun Kaisar
mempertanyakan berapa banyak guru yang masih hidup, dan berapa sekolah yang
masih berdiri. Ini merupakan salah satu pembuktian, betapa Jepang begitu peduli
terhadap pembangunan Sumber daya Manusia dan pendidikan.
Indonesia sebagai Negara Berkembang, kosentrasi
pembangunan masih memprioritaskan pada pembangunan infrastruktur atau sarana
prasarana. Alokasi anggaran pada sektor Pembangunan sarana prasarana lebih
dominan pada struktur APBN dan APBD. Pembangunan terhadap pendidikan dan
sumberdaya manusia menjadi prioritas pemerintah baru terealisasi secara konstritusi
pada Tahun 2002 dengan mengalokasikan anggaran untuk pendidikan sebesar 20
persen dari APBN. Ayat
(4) Pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional. (amandemen ke IV Tahun 2002).
Sebagai negara yang dikategorikan
sebagai negara berkembang, persoalan yang dihadapi Bangsa Indonesia adalah tingginya
angka kemiskinan, pengangguran, rendahnya mutu pendidikan serta angka kecukupan
gizi yang kurang. Data statitistik (http://www.bps.go.id)
menunjukkan per september 2013, ada 11,
48 % atau 28,55 juta orang penduduk
miskin di Indonesia. Data Pengangguran per agustus 2013 adalah 6,25% atau 7,39
juta orang. Kondisi ini jelas bertolak
belakang dengan hakikat tujuan terbentuknya satu Negara.
Beberapa penelitian mencoba mencari jawaban atas
persoalan yang menimpa di hampir semua negara berkembang termasuk Indonesia.
Kekayaan alam yang melimpah ruah, sumber daya air, mineral dan kekayaan alam
lainnya yang tersedia ternyata tidak serta merta menjamin Indonesia menjadi
negara yang makmur, sejahtera, gemah ripah loh jinawi sebagaimana harapan para found the father bangsa. Sebaliknya,
keterbatasan sumber daya alam yang dimiliki tidak juga berakibat pada rendahnya
kemakmuran masyarakat satu negara. Negara Singapura dengan segala keterbatasan
sumber daya alam, mampu menjadi negara dengan pendapatan perkapita di atas
Indonesia. Pendapatan perkapita Tahun 2012 Singapura US$ 57.238, sementara
Indonesia pada tahun yang sama adalah US$ 4.380, sumber:
http://dekapramesta.blogspot.com.
Hasil riset para peneliti, di antaranya
hasil survey David McClelland dalam A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2012)
berpendapat “bahwa pembangunan ekonomi tidak terjadi pada negara-negara
berkembang termasuk di Indonesia, karena sebagian masyarakatnya tidak memiliki
motivasi berprestasi tinggi, melainkan berprestasi rendah”. Survey David
McClelland ini menunjukkan bawah salah satu penyebab kegagalan pembangunan
ekonomi di Indonesia, bukan karena faktor saran prasarana atau sumber daya
lainnya, melainkan pada faktor motivasi masyarakat Indonesia yang cenderung
rendah. Kekayaan alam yang melimpah membuat sebagian rakyat Indonesia belum
memiliki mental-mental kreatif dalam usaha-usaha ekonomi. Rendahnya pendapatan
perkapita disinyalir karena dorongan semangat untuk bekerja lebih giat lagi
tidak ada.
Sementara pendapat yang sama juga
disampaikan Everett Hagen dalam A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2012). Beliau
berpendapat “bahwa hambatan pembangunan ekonomi pada negara berkembang termasuk
di Indonesia disebabkan karena sebagian besar SDM masyarakatnya tidak memiliki jiwa
kreatif dan inovatif’. Bahkan ada kecenderungan sebagian besar SDM masih
memiliki kecerdasan emosi (EQ) yang kurang baik, seperti sifat iri hati,
dengki, benci, sakit hati dendam, minder, mudah depresi, mudah marah, tidak
suka orang lain (bawahan, rekan kerja, atasam) lebih sukses, saling menjatuhkan
kawan sekerja dan memfitnah rekan kerja sendiri, hal inilah tampaknya menjadi
salah penyebab lemahnya kualitas SD di Indonesia.
Kondisi keterpurukan bangsa ini
memberikan satu indikasi, bahwa Sumber Daya Manusia di Indonesia perlu
dilakukan “perbaikan kembali”. Kulitas Manusia Indonesia perlu dilakukan
pembenahan. Faktor kegagalan pembangunan
ekonomi di antaranya karena rendahnya kualitas SDM. Christopher Huhne dalam
David Megginson, Jennifer Joy-Matthews dan Pauld Banfield mengatakan bahwa
“pengadaan/sumber Daya Manusia yang kompeten paling menentukan nasib negara
maju dibandingkan faktor lainnya.
Terwujudnya SDM yang kompetens/
berkualitas tidak terjadi dengan sendirinya. Negara memiliki peran yang begitu
besar. Pelaksanaaan pembangunan Sumber Daya Manusia dari masa ke masa tidak
memberikan perubahan yang signifikan. Ketergantungan tenaga kerja bangsa kita
ke negara lain menunjukan bukti bahwa SDM bangsa belum memiliki kualitas yang
memadai. Dengan melihat kegagalan pembangunan sumber daya manusia ini
menunjukkan bahwa Fungsi negara yang dijalankan lembaga pemerintahan belum
mampu menunjukkan prestasi sebagaimana yang diharapkan.
Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan Sistem Politik demokratis dapat dimaknai sebagai satu sistem
pemerintahan yang dilaksanakan atas pelaksanaan kedaulatan di tangan rakyat.
Dalam arti yang lain, rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi melalui
lembaga perwakilannya. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, maka negara secara
esensial berfungsi “bagaimana melayani,
memberi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat maupun mencerdaskan kehidupan
bangsa melalui penyediaan lapangan pekerjaan, jaminan sosial, serta pendidikan
bagi masyarakat”. .
Pendiri bangsa ini merumuskan tujuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memposisikan rakyat sebagai tujuan
terbentuknya satu negara. Pembentukan negara diharapkan mampu membentuk
masyarakat yang sejahtera lahir dan bathin serta memiliki kecerdasan secara
optimal. Tujuan pembentukan negara ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945:
"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada:Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
Mengacu amanah tersebut, salah point penting lahirnya negara Kesatuan
Republik Indonesia ini, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan satu
bangsa adalah tujuan yang harus dilaksanakan negara melalui seluruh komponen
penyelenggara pemerintahan. Kecerdasan
adalah tujuan yang harus oleh negara. Berbagai
teori menjelaskan terhadap definisi kecerdasan. Gregory (http://www.pengertianahli.com/2013/12/pengertian-kecerdasan-dan-jenis.html)
mendefinsikan kecerdasan adalah “kemampuan atau keterampilan untuk memecahkan
masalah atau menciptakan produk yang bernilai dalam satu atau lebih bangunan
budaya tertentu”. Berdasarkan pendapat Gregory, dapat ditafsirkan bahwa kecerdasan berhubungan
dengan kemampuan dan keterampilan dalam memecahkan persoalan yang dihadapi.
Selain itu kecerdasan juga dimaknai sebagai kemampuan dalam melakukan penciptaan
(kreasi) terhada[ produk yang memiliki
nilai dalam satu bangunan tertentu. Pendapat Gregory ini memberikan beberapa
unsur yang melekat dalam kecerdasan, yakni kemampuan, keterampilan,
kreasi/kreatifitas, dan nilai produk.
Selain pendapat Gregory, beberapa pakar
lain juga mendefinisikan terhadap kecerdasan. Jika Gegory melihat kecerdasan
sebagai satu kemampuan, Robbin melihat
kecerdasan dari asal-usul kecerdasan itu sendiri. Selama ini interpretasi
terhadap kecerdasan mengatakan ada yang didapatkan melalui pelatihan dan
pendidikan, sementara yang lain berpendapat bahwa kecerdasan merupakan “bakat’
yang terlahir karena faktor genetika (keturunan). Atau ada juga yang mengatakan
bahwa kecerdasan merupakan kombinasi faktor keturunan dan pendidikan dan latihan
yang diperoleh. Pendapat yang memperkuat bahwa kecerdasan adalah bawaan sejak
lahir atau karena hasil latihan disampaikan adalah Robbin (2000: 67) “kemampuan
merupakan bawaan kesanggupan sejak lahir atau merupakan hasil dari latihan yang
digunakan untuk melakukan suatu pekerjaan. Kemampuan tersebut meliputi
kemampuan fisik dan kemampuan intelektual. Kemampuan fisik berkaitan dengan
stamina dan karakteristik tubuh, sedangkan kemampuan intelektual berkaitan dengan
aktivitas mental.
Pendapat Robbin dapat dimaknai bahwa kemampuan
merupakan karakteristik yang dimiliki seseorang atau hasil yang didapatkan dari
latihan dalam melakukan suatu pekerjaan. Selama ini ada kecenderungan, bahwa
kecerdasan seseorang merupakan kodrat atau faktor keturunan semata. Faktor
genetika menjadi penentu kecerdasan seseorang. Di satu sisi pendapat ini dapat
dibenarkan, namun di sisi yang lain dapat juga dimaknai, bahwa kecerdasanan
dapat terbentuk melalui pendidikan dan latihan. Kemampuan secara umum terbagi
dalam kemampuan fisik dan kemampuan mental.
Dalam konteks kemampuan, juga sering dikaitkan dengan
keterampilan. Secara harfiah, dua kata ini memiliki makna yang berbeda. Namun
secara esensial Keterampilan dapat juga
diterjemahkan sebagai bagian dari kemampuan dalam menyelesaikan untuk tugas
tertentu. Robbins dalam Harbani Pasolong (2013:235) menjelaskan
bahwa “ kemampuan adalah suatu kapasitas untuk mengerjakan tugas dalam suatu
pekerjaan. Kemampuan tersebut dapat dilihat dari dua segi, yakni (1) kemampuan intelektual,
yaitu kemampuan untuk melakukan kegiatan mental, dan (2) kemampuan fisik, yaitu
kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan,
kekuatan dan keterampilan.
Sementara Anita E. Woolfolk
dalam www. pengertianahli.com/ 2013/12 /pengertian-kecerdasan mendefinisikan “Kecerdasan adalah
kemampuan untuk belajar, keseluruhan pengetahuan yang diperoleh, dan kemampuan
untuk beradaptasi dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya”. Anita
E. Woolfolk berpendapat bahwa kecerdasan tidak hanya
berkaitan dengan kemampuan menyelesaikan masalah atau menyesuaikan diri, lebih
dari itu, kecerdasan berhubungan dengan kemampuan untuk belajar. Anita
beranggapan bahwa, kemampuan belajar merupakan satu proses awal untuk membangun
kemampuan yang lainnya. Lahirnya kemampuan dalam menyelesaikan masalah,
beradaptasi atau menyesuaikan dengan kondisi baru dimulai dari kemampuan untuk
belajar secara terlebih dahulu.
Dengan memiliki kecerdasan diharapkan
bangsa kita mampu menjadi bangsa yang tangguh, yang mampu menyelesaikan segala
persoalan dan tantangan dalam abad 21 ini. Dinamika, tantangan dan kerumitan di
abad 21 sangat berbeda dengan abad – abad yang lalu. Abad 21 identik dengan globalisasi. Berbagai perubahan terjadi dalam
berbagai dimensi kehidupan. Sisi yang lain, Perubahan juga
membawa pada satu keadaan yang semakin kompleks dan rumit. Tantangan di abadi
21 terdiri berbagai macam. Robert B
Trucker mengiventarisir tantangan abad 21, meliputi: “(1) Kecepatan (speed) (2) Kenyamanan (convienience); (3) Gelombang generasi (agewave); (4) Pilihan (choice); (5)
Ragam gaya hidup (life style); (6)
Kompetisi harga (discounting); (7)
Pertambahan nilai (value added); (8) Pelayanan pelanggan (customer service); (9) teknologi sebagai andalan (techno age); (10) Jaminan mutu (quality control);”
Tanggungjawab
mencerdaskan bangsa adalah tanggungjawab bersama antara pemerintah, masyarakat
dan pihak-pihak lain. Tanggungjawab mencerdaskan kehidupan bangsa diwujudkan pemerintah melalui Program pendidikan. Secara
konstitusional, setiap masyarakat dijamin haknya pengajaran. Pasal 31
Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas
pengajaran”. Pengajaran juga dapat diartikan sebagai pendidikan. Para ahli
mendefinsikan pendidikan dari berbagai sudut pandang. Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan pendidikan adalah “usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.
Perhatian
terhadap pendidikan, tidak hanya menjadi fokus perhatian bangsa-bangsa terbelakang
dan berkembang. Organisasi dunia (WHO) membentuk satu lembaga khusus yang
menangani pendidikan, yakni UNESCO. Lembaga ini mendefinisikan pendidikan
sebagai “(1) learning how to think (belajar
bagaimana berpikir); (2) learning how to
do (belajar bagaimana melakukan); (3) learning
how to be (belajar bagaimana menjadi); (4) learning how to learn (belajar bagaimana belajar); (5) learning how to live together (belajar
bagaimana hidup bersama); Sumber:
https://www.academia.edu/
Kementrian Pendidikan sebagai lembaga
tertinggi pendidikan menetapkan misi atau tujuan yang ingin dicapai dalam
bidang pendidikan sebagaimana tertuang dalam Rencana strategis Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan, Visi Kemdikbud 2014, yakni “Terselenggaranya Layanan Prima
Pendidikan dan Kebudayaan untuk Membentuk Insan Indonesia yang Cerdas dan
Beradab”
Untuk mewujudkan visi tersebut, Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan merumuskan
misinya sebagai berikut. Misi 1 adalah meningkatkan ketersediaan layanan
pendidikan, Misi 2 memperluan keterjangkauan layanan pendidikan, misi 3 adalah
meningkatkan kualitas/ mutu dan relavansi layanan pendidikan, misi 4 mewujudkan
kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan, misi 5 adalah menjamin
kepastian memperolah layanan pendidikan.
Dalam upaya mewujudkan visi-misi
pendidikan serta sebagai upaya mendorong organisiasi ke arah yang lebih baik,
yang pada akhirnya mampu mencapai seluruh amanat para pendiri negeri ini (found the fahter), kinerja Pegawai
Negeri Sipil di Dinas Pendidikan menjadi salah satu penentu terhadap capaian keberhasilan pencapaian cita-cita negara dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa. Terwujudnya cita-cita negara yang dilaksanakan melalui kebijakan,
program/kegiatan pendidikan, rencana strategis maupun rencana kerja Dinas pendidikan
dapat dilihat pada capaian hasil kerja (kinerja) Pegawai Negeri sipil yang ada di
dalamnya.
Kinerja dimaknai sebagai hasil atas
pekerjaan yang dilakukan seseorang terhadap pekerjaan tertentu. Pekerjaan
berhubungan erat dengan pencapaian hasil seorang. Jika kinerja merupakan
merupakan hasil yang dicapai seseorang atas satu beban pekerjaan tertentu, maka
kinerja juga dapat ditafsirkan sebagai
satu perbandingan antar apa yang ditetapkan melalui rencana dengan apa yang
telah dicapai dalam hasil.
Sebagai
referensi penulis dalam melakukan penelitian terhadap kinerja, sekaligus
sebagai upaya menyamakan persepsi, berikut kami kutip beberapa pendapat pakar
terhadap kinerja. Bernardin dan Russel dalam Ruky (2002:15)
memberikan pengertian kinerja sebagai “performance
is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or
activity during time period. (kinerja adalah catatan tentang
hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan
tertentu atau kegiatan selama kurun waktu
tertentu).Pendapat Bernardin dan Russel menjelaskan bahwa kinerja
merupakan catatan atas hasil yang dilakukan dalam melakukan satu pekerjaan. Penilaian
terhadap kinerja dilaksanakan dalam satu periode tertentu. Ada limit waktu
dalam penilaian pekerjaan.
Sejalan
dengan pendapat Bernardin dan Rusel adalah pendapat Ilyas. Menurut Ilyas (1999:
99) mendefinisikan kinerja sebagai “penampilan hasil kerja personil dalam suatu
organisasi. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang memangku
jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran
personil di dalam organisasi”
Sementara pendapat yang
lain, Gibson dkk dalam Dedi Rianto (2003:
355) menjelaskan bahwa “job performance” adalah hasil dari pekerjaan
yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja kefektifan kinerja
lainnya. Gibson mengaitkan bahwa kinerja selain merupakan hasil dari pekerjaan,
kinerja juga berhubungan dengan pencapaian terhadap tujuan organisasi. Hal lain
yang dinilai dalam kinerja adalah efesiensi dalam penggunaan sumber daya
serta efektifitas terhadap pencapaian
organisasi.
Pendapat lain dari
kinerja disampaikan Dessler dalam Dedi Rianto (2000:87). pakar ini berpendapat bahwa:
“kinerja
(prestasi kerja) karyawan adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan
prestasi yang diharapkan dari karyawan”. Dalam penjelasan berikutnya, Prestasi
kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan
sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan
dengan standar yang dibuat. Selain itu dapat juga dilihat kinerja dari karyawan
tersebut terhadap karyawan lainnya. Kinerja adalah sebuah produk dari
organisasi maupun individu. Untuk membangun organisasi dan individu yang
berkualitas dibutuhkan satu kajian yang mendalam, evaluasi yang komprehensif
serta penelitian yang reliable”
Kinerja, Penilaian
kinerja dan standar kimerja adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Keberhasilan
atas penilaian kerja tidak akan berjalan optimal tanpa pengukuran kinerja yang tepat. Sebaliknya,
pengukuran kinerja yang tepat membutuhkan satu standar kinerja yang tepat.
Implementasi kinerja sebagai satu hasil terhadap
satu pekerjaan tertentu memberikan satu gambaran awal terhadap kualitas satu
organisasi. Kinerja yang baik menunjukkan bahwa organisasi tersebut memiliki
kualitas yang memadai. Dalam konteks
terhadap perwujudan kecerdasan melalui pendidikan, beberapa fenomena yang tidak lazim terlihat pada Dinas
Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kapuas Hulu sebagai organisasi
penanggungjawab sekaligus leading sektor terhadap program pendidikan.
Rendahnya mutu pendidikan maupun kinerja para tenaga pendidik dan kependidikan di
lingkungan Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu, tidak semata-mata dipengaruhi
faktor individu para Tenaga Pendidik dan Kependidikan itu sendiri, lebih dari
itu, di antaranya dilatarbelakangi oleh berbagai faktor yang ada.
Faktor-faktor
tersebut, antara lain: kinerja PNS di
lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda Dan
Olahraga Kabupaten Kapuas Hulu. Kinerja PNS di Dinas Pendidikan
Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Kapuas
Hulu belum menunjukkan kinerja sebagaimana yang diharapkan.
Beberapa fakta yang dapat penulis sampaikan dalam kaitan
terhadap rendahnya kinerja PNS di lingkungan Dinas Pendidikan
Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Kapuas
Hulu:
1.
dalam konteks tertib
administrasi atau pelaksanaan tugas:
a.
Sebagian Laporan pelaksanaan pekerjaan tidak dibuat oleh unsur
pimpinan, baik Kepala Seksi/Kepala Sub Bagian, Kepala Bidang atau Sekretaris. Eksistensi
laporan dalam pengambilan keputusan dan perencanaan kerja begitu strategis.
Laporan adalah informasi awal yang dijadikan salah satu acuan terhadap
pengambilan keputusan maupun perencanaan.
b.
Pembayaran Gaji Guru kontrak tidak
dapat dibayarkan secara penuh. Hasil penuturan Kasubbag Keuangan, Sdr. Normansyah, S.E menyatakan bahwa
“Kondisi ini disebabkan oleh mekanisme penganggaran yang dibuat oleh
Kasubbag Program tidak disesuaikan dengan kebutuhan (jumlah Guru yang
ditetapkan sebagai Guru Kontrak melalui Keputusan Bupati Kapuas Hulu) serta Perubahan
peraturan yang ditetapkan melalui Keputusan Bupati Kapuas Hulu berkenaan dengan
gaji Guru Kontrak.
c.
Proses pelaksanaan Sosialisasi tentang
Penilaian Kinerja Pegawai (SKP) tidak dilaksanakan. hasil penuturan Kasubbag
Personil dan Umum, Sdr. M. Yamin, S.E menyatakan bahwa “anggaran yang
dialokasikan untuk kegiatan sosialisasi (bantuan transport bagi peserta) tidak
sesuai dengan kondisi jarak yang ditempuh peserta. Di sisi lain, M. Yamin menjelaskan “peserta
yang ditetapan untuk menjadi peserta terlalu besar, yakni 1.000 orang. dengan
melihat kapasitas sarana dan prasarana yang dimiliki, tugas-tugas lain yang
harus dikerjakan, kegiatan ini tidak kami laksanakan”.
d.
Dalam konteks
layanan:
a.
Standar Operasional Prosedur tidak tersedia. informasi yang disampaikan pihak
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, baik yang diberikan kepada Guru,
UPT/Pengawas atau Pihak Lain, seperti Kontraktor tidak memberikan satu kepastian
persyaratan atau prosedur layanan.
b.
Informasi yang diminta pihak lain yang terkait kegiatan Dinas
Pendidikan, Pemuda dan Olahraga tidak tersedia secara akurat, valid dan cepat.
dari hasil pemeriksaan Badan Pengawas, informasi terhadap data PNS, baik di
Lingkungan sekolah maupun unit pelaksana teknis dan pengawas bertolak belakang
satu sama lain.
c.
Fasilitasi terhadap usulan kenaikan pangkat guru, kenaikan
gaji berkala tidak terlaksana sesuai
target yang ditetapkan. di bidang SMP/SMA/SMK pada tahun 2014, ada 25%
usulan kenaikan pangkat tidak dapat diproses oeh Badan Kepegawaian Daerah
Kapuas Hulu dan ditetapkan Surat Keputusan Kenaikan Pangkat. sementara di
bidang TK/ SDN, ada 30% usulan kenaikan pangkat guru SD yang tidak dapat
diproses untuk ditetapkan Surat Keputusan tentang kenaikan pangkat.
Mengacu pada beberapa konsep teoritis pendidikan dalam kehidupan
umat manusia yang begitu strategis, tujuan terbentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Visi-Misi yang ditetapkan Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, tugas pokok dan fungsi Dinas Pendidikan, Pemuda olah Raga Kabupaten
Kapuas Hulu, posisi Sumber Daya Manusia dalam organisasi serta fakta yang
terjadi terhadap kinerja, Penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan
ini ke dalam satu penelitian dengan
Judul “ Analisis Kinerja Dinas Pendidikan, Pemuda olah raga
Kabupaten Kapuas Hulu”.
B.
Penelitian Terdahulu
Persoalan yang sama pernah dilakukan penelitian oleh
peneliti terdahulu. Peneliti tersebut di antaranya dilakukan oleh:
1.
Rakhmat Nugroho, S.E (2006.) dengan Judul Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan. Kesimpulan Penelitian:
a.
Terdapat
pengaruh yang positif dan signifikan antara kepemimpinan dan kinerja karyawan;
b.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara budaya
organisasi terhadap kinerja karyawan;
2.
Moh.
Dachirin Said (2008) dengan Judul Analisis Kinerja Pegawai pada Balai
Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan Semarang. Kesimpulan Penelitian:
a.
Kualitas hasil
kerja yang terbina dengan baik disebabkan adanya komitmen pegawai terhadap
sasaran organisasi (target oriented);
b.
Rendahnya
resistensi pegawai dalam melaksanakan tugas
menyebabkan kuantitas hasil kerja yang memadai;
c.
Adanya
tanggungjawab yang tinggi dari pegawai disebabkan adanya pemahaman dan
konsistensi pegawai terhadap tugas yang menjadi tanggungjawabnya;
d.
Implementasi
prosedur kerja yang relatif baik
C. Rumusan
Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Pelaksanaan Kinerja di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
Kabupaten Kapuas Hulu?
2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi faktor tinggi rendahnya kinerja?
D.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus dan lokus penelitian, maka tujuan penelitian
adalah:
1.
Mengetahui
tingkatan kinerja di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kapuas
Hulu
2.
Menggali
manajemen kinerja yang ada
3.
Mengetahui
permasalahan faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kinerja
4.
Mengetahui
faktor – faktor yang paling dominan terhadap kinerja PNS.
E. Manfaat
Penelitian
1. Bagi
Penulis
-
Memahami
implementasi kinerja di lokus penelitian dengan mengacu pada perspektif
teoritis dan logika peneliti;
-
Mengaplikasikan
dan mengkombinasikan konsep yang didapatkan dari teoritis dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
-
Mengembangkan
teori manajemen ke dalam satu praktek nyata dunia kerja;
-
Memberikan
sumbangsih teori dan analisis sebagai mahasiswa maupun PNS;
2. Bagi
Akademis
-
Memberikan
referensi baru terhadap penelitian yang sama;
-
Mengimplementasikan
teori yang didapatkan dari dunia akademis ke dalam duni praktis.
3. Bagi Dunia
Kerja (Praktis)
-
Memberikan
referensi dan sumbangsih terhadap usaha-usaha perbaikan kinerja di Lingkunga
organisasi, khususnya Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
- Memberikan satu deskripsi terhadap kebijakan yang
ditetapkan, rencana strategis, standar pelayanan minimal, peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta tugas pokok dan fungsi yang ada di
lingkungan kerja Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Kapuas Hulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar