BAB II
KERANGKA TEORI
A.
Kinerja
Kinerja adalah istilah yang populer di dalam manajemen, istilah
kinerja didefinisikan dengan istilah hasil kerja, prestasi kerja dan performance.
Menurut The Sriber Bantam English Dictionary terbitan Amerika Serikat dan Canada,
tahun 1979 (dalam Prawirosentono, 1999:1-2) “to perform” mempunyai
beberapa “entries” berikut: (1) to do or Carry out; executive,
(2) to discharge or fulfill, as a vow, (3) to party, as a characterin
a play, (4) to render by the voice or musical instrument, (5) to execute
or complete on undertaking, (6) to act a part in a play, (7) to
perform music, (8) to do what is expected of person or machine.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia dikemukakan arti kinerja sebagai “(1)
sesuatu yang dicapai; (2) prestasi yang diperlihatkan; (3) kemampuan kerja”.
Menurut Fattah (1999:19) kinerja atau prestasi kerja (performance)
diartikan sebagai: “ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap
dan keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu”.
Sementara menurut Sedarmayanti (2001:50) bahwa: “Kinerja merupakan
terjemahan dari performance yang berarti prestasi kerja, pelaksanaan
kerja, pencapaian kerja, unjuk kerja atau penampilan kerja”.
Samsudin (2005:159) menyebutkan bahwa: “Kinerja adalah tingkat
pelaksanaan tugas yang dapat dicapai seseorang, unit atau divisi dengan
menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk
mencapai tujuan organisasi/perusahaan”.
Dalam bahasa Inggris istilah kinerja adalah performance. Performance
merupakan kata benda. Salah satu entry-nya adalah “thing done”
(sesuatu hasil yang telah dikerjakan). Jadi arti Performance atau
kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok
orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara
legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
Menurut Mangkunegara (2001:67) kinerja adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan.
B.
Pengukuran Kinerja
Ada beberapa pengukuran kinerja pegawai, menurut Gomes (2003 : 134) adalah sebagai berikut :
Indikator-indikator kinerja pegawai, sebagai berikut :
1. Quantity of work : Jumlah kerja yang
dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan.
2. Quality of work : kualitas kerja yang
dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.
3. Job Knowledge : Luasnya pengetahuan mengenai
pekerjaan dan keterampilannya.
4. Creativeness : Keaslian
gagasan-gagasan yang dimunculkan dari tindakan-tindakan untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan yang timbul.
5. Cooperation : kesediaan untuk bekerja
sama dengan orang lain (sesama anggota organisasi).
6. Dependability : Kesadaran dan dapat
dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja tepat pada waktunya.
7. Initiative : Semangat untuk
melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya.
8. Personal Qualities : Menyangkut
kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, dan integritas pribadi.
Sedangkan menurut T.R. Mitchell (1978:343) dalam Sedarmayanti
(2001:51), menyatakan bahwa kinerja meliputi beberapa aspek, yaitu:
1. Prom Quality of Work (Kualitas Kerja)
2. Promptness (Ketepatan Waktu)
3. Initiative (Inisiatif)
4. Capability (Kemampuan)
5. Communication (Komunikasi)
Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai, bahwa
unsur penilaian meliputi:
C.
Pegawai Negeri Sipil
D.
Evaluasi
Kinerja
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Tinggi rendahnya kinerja pegawai tergantung kepada faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Dalam hal ini Jones (2002:92) mengatakan bahwa “Banyak
hal yang menyebabkan terjadinya kinerja yang buruk, antara lain: (1) kemampuan
pribadi, (2) kemampuan manajer, (3) kesenjangan proses, (4) masalah lingkungan,
(5) situasi pribadi, (6) motivasi”.
Wood, at. al. (2001:91) melihat faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja individu (job performance) sebagai suatu fungsi dari interaksi
atribut individu (individual atribut), usaha kerja (work effort)
dan dukungan organisasi (organizational support).
Menurut Mangkunegara (2001: 67-68) faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja seseorang ialah:
1. Faktor kemampuan, secara umum kemampuan ini terbadi menjadi 2
yaitu kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledgedan skill).
Misalnya seorang dosen seharusnya memiliki kedua kemampuan tersebut agar dapat
menyelesaikan jenjang pendidikan formal minimal S2 dan memiliki kemampuan
mengajar dalam mata kuliah ampuannya.
2. Faktor motivasi, motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam
menghadapi situasi kerja. Motivasi bagi dosen sangat penting untuk mencapai
visi dan misi institusi pendidikan. Menjadi dosen hendaknya merupakan motivasi
yang terbentuk dari awal (by plan), bukan karena keterpaksaan atau
kebetulan (by accident).
F. Mengidentifikasi dan Mengukur Kinerja Karyawan
Kinerja (Performance) pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau
tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan
pekerjaan meliputi elemen sebagia berikut:
1.
Kuantitas dari hasil
2.
Kualitas dari hasil
3.
Ketepatan waktu dari hasil
4.
Kehadiran
5.
Kemampuan bekerja sama
Dimensi lain dari kinerja di luar
beberapa yang umum ini dapat diterapkan pada berbagai pekerjaan. Kriteria
pekerjaan (job criteria) atau dimensi yang spesifik dari kinerja pekerjaan akan
mengidentifikasi elemen yang paling penting dalam pekerjaan tersebut. Sebagai
contoh, pekerjaan
seorang dosen perguruan tinggi mungkin meliputi kriteria pekerjaan
mengajar, riset, dan pelayanan. Kriteria pekerjaan adalah faktor paling penting
yang dilakukan orang dalam pekerjaan mereka kerena mendefinisikan apa yang
dibayar organisasi untuk dilakukan oleh karyawan; oleh karena itu, kinerja dari
individu pada kriteria pekerjaan harus diukur dan dibandingkan terhadap
standar, dan kemudian hasilnya dikomunikasikankepada karyawan.
G.
Standar Kinerja
untuk menetapkan tingkat kinerja karyawan, dibutuhkan penilaian
kinerja. Penilaian kinerja yang adil membutuhkan standar. Patokan yang dapat
digunakan sebagai perbandingan terhadap kinerja antar karyawan.
Menurut Simamora (2004), semakin jelas standar kinerjanya, makin
akurat tingkat penilaian kinerjanya. Masalahnya, baik para penyelia maupun
karyawan tidak seluruhnya mengerti apa yang seharusnya mereka kerjakan. Karena
bisa jadi, standar kinerja tersebut belum pernah disusun.
Oleh karena itu, langkah pertama adalah meninjau standar kinerja
yang ada dan menyusun standar yang baru jika diperlukan. Banyak hal yang dapat
diukur untuk menentukan kinerja. Banyak literatur, menyebutkan bahwa kinerja
merupakan keterkaitan unsur motivasi, kemampuan individu, serta faktor
organisasi, yang menghasilkan perilaku.
Perilaku (behavior) merupakan proses cara seseorang
mengerjakan sesuatu. Perilaku merupakan sebuah unsur yang menjadi pusat
perbedaan manusia antar individu. Dalam pekerjaan, dapat dibayangkan jika tanpa
perilaku, pasti tidak akan ada produksi yang dihasilkan. Perilaku merupakan kata
kunci, sebab dalam pekerjaan sangat banyak perilaku yang muncul yang
menyebabkan sebuah hasil tertentu. Perilaku dapat diobservasi yang memungkinkan
kita dapat membetulkan, menjumlah dan menilai dan selanjutnya kita dapat
mengelolanya.
Dalam evaluasi kinerja, ada standar yang disebut sebagai standar
kinerja (Performance stardard). Evaluasi kinerja tidak mungkin dapat
dilaksanakan dengan baik tanpa standar kinerja. Esensi evaluasi kinerja adalah
membandingkan kinerja ternilai dengan standar kinerjanya. Jika evaluasi kinerja
dilaksanakan tanpa standar kinerja, hasilnya tidak mempunyai nilai. Misalnya,
salah satu kelemahan mendasar evaluasi kinerja pegawai negeri di Indonesia –
Daftar Penilaian Pekerja Pegawai Negeri (DP3) – adalah tidak ada standar
kinerja pegawai.
Para
pakar telah mengemukakan definisi mengenai standar kinerja.
Richard
I. Henderson (1984) mendefinisikan standar kinerja sebagai berikut.
“A set performance standards describes the results that should
exist upon the satisfactory completion of a job.”
[‘Satu
set standard kinerja melukiskan hasil-hasil yang harus ada setelah penyelesaian
suatu pekerjaan dengan memuaskan.”]
William B. Werther, Jr. dan Keith Davis (1993) mendefinisikan standar
kinerja sebagai berikut:
“Perfomance evaluation requires performance standards, which
are the benchmarks against which performance is measured.”[“Standard
kinerja merupakan benchmark atau tolak ukur untuk mengukur kinerja karyawan.”]
Sementara itu, Performance Appraisal Handbook US Departement of
the Interior (1995) mendefinisikan standard kinerja sebagai berikut. “The
Performance standards are expression of the performance
threshold(s),requirement(s), or expectation(s) that must be met for each
element at particular level performance.”[“Standar kinerja merupakan
ekspresi mengenai ambang kinerja, persyaratan,atau harapan yang harus dicapai
untuk setiap elemen pada level kinerja tertentu.”]
H. Fungsi Standar Kinerja
Fungsi utama standar kinerja adalah sebagai tolak ukur (benchmark)
untuk menentukan keberhasilan kinerja ternilai dalam melaksanakan pekerjaannya.
Standar kinerja merupakan target, sasaran, atau tujuan upaya kerja karyawan
dalam ukuran waktu terentu. Dalam melaksanakan pekerjaannya, karyawan harus
mengarahkan semua pekerjaannya, karyawan harus mengerahkan semua tenaga,
pikiran, keterampilan, pengetahuannya, dan waktu kerjanya untuk mencapai apa
yang ditentukan oleh
standar
kinerjanya.
Standar kinerja memotivasi karyawan agar bekerja keras untuk
mencapainya. Standar kinerja menarik, mendorong, dan mengiming-imingi karyawan
untuk mencapainya. Jika hal itu tercapai, kepuasan kerja pada diri karyawan
akan terjadi. Oleh karena itu standar kinerja juga dikaitkan dengan reward,
imbalan, atau sistem kompensasi jika dapat mencapainya. Selain itu, standar
kinerja dikaitkan dengan sanksi jika tidak dpat mencapainya.
I.
Kriteria Pengukuran
Kinerja
Setiap indikator kinerja diukur berdasarkan kriteria standar
tertentu. Dalam mengukur kinerja, terdapat kriteria atau ukuran. Kriteria
tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Kuantitatif (seberapa
banyak). Ukuran kuantitatif merupakan
ukuran paling mudah untuk disusun dan diukurnya, yaitu hanya dengan menghitung
seberapa banyak unit keluaran kinerja harus dicapai dalam kurun waktu tertentu.
Contoh:
·
menghasilkan tidak kurang
dari sepuluh pasang sepatu sehari (karyawan perusahaan sepatu);
·
melakukan dan menyelesaikan
empat survei setahun (karyawan unit penelitian dan pengembangan);
·
minimal menyelesaikan lima
permohonan izin sebulan (pegawai bagian perizinan);
·
mancatat angka tiga puluh
meteran lisrik/air sehari (karyawan pencatat meteran perusahaan listrik dan air
minum);
·
melayani minimal 150 nasabah
sehari (teller bank);
·
mengenalkan minimal dua
produk baru setahun (karyawan penelitian dan pengembangan).
2.
Kualitatif (seberapa
baik). Melukiskan seberapa baik atau seberapa
lengkap hasil harus dicapai. Kriteria ini antara lain mengemukakan akurasi,
presisi, penampilan (kecantikan dan ketampanan), kemanfaatan dan efektivitas.
Standar kualitas dapat diekspresikan sebagai tingkat kesalahan seperti jumlah
atau persentase kesalahan yang diperbolehkan per unit hasil kerja. Contoh:
·
laporan evaluasi yang
diajukan diterima tanpa reviisi minimal 75% (pegawai unit evaluasi)
·
sepatu yang dihasilkan
sesuai dengan standar kualitas minimal 99,5% (karyawan perusahaan sepatu)
·
keluhan pelanggan tidak
lebih dari 1% (karyawan pemasaran)
·
keluhan pelanggan atas
layanan teller paling banyak berjumlah 10 per tahun (teller bank)
3.
Ketepatan waktu
pelaksanaan tugas atau penyelesaian produk.
Kriteria yang menentukan keterbatasan waktu untuk memproduksi suatu produk,
membuat suatu atau melayani sesuatu. Kriteria ini menjawab pertanyaan, seperti
kapan, berapa cepat, atau dalam periode apa.
Contoh:
·
makanan telah berada dikamar
hotel pemesan dalam waktu 25 menit setelah dipesan (timely service restoran
hotel);
·
kacamata diselesaikan dalam
waktu 120 menit setelah pemeriksaan mata (pegawai perusahaan kacamata)
·
Surat Tanda Nomor Kendaraan
(STNK) selesai dalam waktu 120 menit (pegawai STNK)
·
Permohonan telah diajukan
paling lambat tanggal 25 setiap bulan (pegawai keuangan perusahaan).
4.
Efektivitas penggunaan
sumber organisasi. Efektivitas penggunaan
sumber dijadikan indikator jika untuk mengerjakan suatu pekerjaan diisyaratkan
menggunakan jumlah sumber tertentu, seperti uang dan bahan baku. Contoh:
·
biaya perjalanan tidak
melebihi 5% biaya perjalanan tahun yang lalu;
·
melakukan penghematan
pemakaian listrik sampai 10% dari tahun yang lalu;
·
anggaran bahan bakar mabil
dinas turun 25% dari anggarantahun lalu;
·
bahan baku yang terbuang
dalam proses produksi tidak melebihi 0,0002%.
5.
Cara melakukan
pekerjaan, dilakukan sebagai standar kinerja jika
kontak personal, sikap personal, atau perilaku karyawan merupakan faktor
penentu keberhasilan melaksanakan pekerjaan, misalnya:
·
membantu pelanggan dalam
memasang produk dan menjelaskannya dengan sabar;
·
berkata dengan sopan kepada
teman sekerja, atasan, dan pelanggan;
·
membantu teman sekerja
dengan memerlukan bantuan dengan sabar walaupun sibuk mengerjakan pekerjaan
sendiri;
·
mamatuhi peraturan dan
prosedur kerja yang ditentukan.
6.
Efek atas suatu upaya. Pengukuran yang diekspresikan akibat akhir yang diharapkan akan
diperoleh dengan bekerja. Standar jenis ini menggunakan kata-kata sehingga dan
agar supaya yang digunakan jika hasilnya tidak dapat dikualifikasikan. Contoh:
·
membeli bahan mentah dan
suku cadang dengan menggunakan prinsip just in time sehingga/agar supaya
tersedia ketika diperlukan dan biaya penyimpanannya rendah;
·
mematikan lampu dan air
condition (AC) ketika meninggalkan ruang kerja sehingga biaya listrik dapat
dihemat.
7.
Metode melaksanakan
tugas. Standar yang digunakan jika ada
undan-gundang kebijakan, prosedur standar, metode, dan peraturan untuk
menyelesaikan tugas atau jika cara pengecualian ditentukan tidak dapat
diterima. Misalnya:
·
penilaian proposal
permohonan kredit dilakukan dilakukan berdasarkan standar penilaian dan
diselesaikan dalam waktu maksimal sepuluh hari kerja;
·
pemeriksaan terhadap orang
diduga melakukan tindak pidana hanya dapat dimulai jika ia didampingi oleh
pengacara.
8.
Standar Sejarah. Standar sejarah yang menyatakan hubungan antara standar masa
lalu dengan standar sekarag. Standar masa sekarang dinyatakan lebih tinggi atau
dari pada standar masa lalu dalam pengertian kuantitas dan kualitas. Contoh:
·
produk yang ditolak oleh
bagian kontrol kualitas lebih rendah 20% dari pada tahun lalu:
·
hasil penjualan produk
meningkat 25% dari pada penjualan tahun lalu;
·
biaya produksi turun 15%
dari biaya produksi tahun lalu.
9.
Standar nol atau
absolut. Standar yang menyatakan tidak akan
terjadi sesuatu. Standar ini dipakai jika tidak ada alternatif lain, misalnya:
·
tidak ada keluhan dari
pelanggan mengenai kesopanan berbicara di telepon;
·
tidak terjadi penyimpangan
dari prosedur pemberian kredit;
·
tidak terjadi kesalahan
dalam menghitung uang;
·
tidak menerima uang palsu.
Masalah:
Adanya kesenjangan antara das sollen / teori dengan das sein/
fakta empiris, antara yang ditetapkan sebagai kebijakan dengan kenyataan
implementasi kebijakan.
Sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan (Kamus BBI)
Suatu situasi menghambat organisasi untuk mencapai satu atau lebih
tujuan (James Stoner)
Sesuatu yang menyimpang dari apa yang
diharapkan/direncanakan.ditentukann untuk dicapai sehingga merupakan rintangan
menuju tercapainya tujuan (Prajudi Atmosudirjo)
Suatu kesenjangan yang perlu ditutup, antara jasil yang dicapai
pada saat ini dan hasil yang diharapkan (Roger Kaufman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar