EVALUASI
PELAYANAN PUBLIK PDAM KAPUAS HULU
Mata Kuliah : Administrasi Keuangan
Disusun oleh
Kelompok:
Anggota :
Hambali
Anggota :
Lilis Bonaventura Octaviana
Anggota :
Sahlan
A.
LATAR
BELAKANG
Kebutuhan
mendasar yang paling fundamental dalam kehidupan manusia, antara lain adalah
kebutuhan akan makanan, pakaian,
minuman/air. Sebagai salah satu kebutuhan mendasar, posisi air menjadi
satu kebutuhan wajib bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Tanpa air,
kehidupan manusia maupun makhluk lainnya tidak bisa berlangsung.
Berititik
tolak pada eksistensi air yang begitu strategis dalam kehidupan manusia, maka
pengelolaan air wajib dilaksanakan dan dikendalikan oleh negara. Dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan, bahwa “ Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh
negara dan dipergunakaan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
Dalam
upaya memanage air sehingga dapat berfungsi
secara optimal bagi kepentingan rakyat, Perusahaan
Daerah Air Minum Kabupaten Kapuas Hulu ditunjuk sebagai penyedia layanan publik dalam bidang “air minum” oleh
Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu.
Perusahaan
Daerah Air Minum, selain sebagai pengelola air minum, juga bertindak atas nama
pemerintah kabupaten Kapuas Hulu sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dari
dua fungsi yang berbeda ini, memberikan satu “konsekwensi tugas” yang berat
kepada direksi PDAM dan seluruh jajarannya. Pada satu sisi, PDAM didirikan
sebagai “pelayan publik”, sementara di sisi yang lainnya, PDAM adalah organisasi
yang betugas sebagai salah satu “pencari sumber pendapatan” atau keuntungan
bagi daerah.
Dalam
kehidupan organisasi, pemimpin atau direksi adalah pengendali utama dari
seluruh rangkain kegiatan. Di PDAM, “manajer” utama disebut “direksi’. Mengacu
ke Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Organ Dan
Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum, bahwa Direksi atau Calon Direksi
mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:
1.
mempunyai pendidikan Sarjana Strata
1(S-1):
2.
mempunyai pengalaman kerja 10 tahun bagi
yang berasal dari PDAM atau mempunyai
pengalaman
kerja minimal 15 tahun mengelola perusahaan bagi yang bukan berasal dari PDAM
yang dibuktikan dengan surat keterangan (referensi) dari perusahaan sebelumnya
dengan penilaian baik;
3.
lulus pelatihan manajemen air minum di
dalam atau di luar negeri yang telah terakreditasi dibuktikan dengan
sertifikasi atau ijazah;
4.
membuat dan menyajikan proposal mengenal
visi dan misi PDAM;
5.
bersedia bekerja penuh waktu:
6.
tidak terikat hubungan keluarga dengan
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah atau Dewan Pengawas atau Direksi lainnya
sampai derajat ketiga menurut garis lurus atau kesamping termasuk menantu dan
ipar; dan
7.
lulus uji kelayakan dan kepatutan yang
dilaksanakan oleh tim ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
Dengan
ditetapkannya Persyaratan di atas, diharapkan dapat dijadikan referensi oleh
Kepala Daerah dalam melakukan seleksi maupun fit and proper test terhadap Direksi maupun Calon direksi PDAM.
Peran direksi atau pimpinan sangat menentukan kinerja PDAM dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. baik buruknya kinerja PDAM kerap diidentikkan
dengan kemampuan direksi..
Penyediaan
air dilihat dari pengelolaan tata pemerintahan merupakan salah satu bentuk
pelayanan publik yang diberikan pemerintah kepada masyarakat. pasca reformasi,
pelayanan publik dianggap sebagai isu
strategis terhadap barometer kinerja pemerintah.
Dalam
upaya untuk merespon persoalan tersebut
serta dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, berbagai kebijakan,
strategi dan program terus disusun oleh pemerintah, baik pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Dalam implementasinya, pelayanan publik yang diberikan
pemerintah masih menuai berbagai kritik. Kinerja
dan perilaku pemerintah belum mampu
memenuhi harapan masyarakat. Guna menyamakan persepsi terhadap kepuasan
masyarakat, melalui Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000
tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), disusun indeks kepuasan
masyarakat sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan. Di
samping itu data indeks kepuasan masyarakat akan dapat menjadi bahan penilaian
terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong
setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.
Sebagai
sebuah instistusi yang bertugas memberikan pelayanan publik dalam menyediakan
“air” kepada masyarakat, maka penulis tertarik untuk mengangkat persoalan ini,
yang selanjutnya kami beri judul “Evaluasi
Pelayanan Publik PDAM Kapuas Hulu”.
B.
KERANGKA
TEORI
1.
Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM)
Mengacu
pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Organ Dan
Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum, “Perusahaan
Daerah Air Minum yang selanjutnya disingkat PDAM adalah Badan Usaha Milik
Daerah yang bergerak di bidang pelayanan air minum”
Selanjutnya
dalam Pasal 2, secara umum dinyatakan:
(1)
PDAM yang dibentuk oleh Pemerintah
Daerah didukung dengan organ dan kepegawaian.
(2)
Organ PDAM sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri dari:
a.
Kepala Daerah selaku pemilik modal;
b.
Dewan Pengawas: dan
c.
Direksi.
2.
Pelayanan Publik
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor:
Kep/25/M.Pan/2/2004, “Pelayanan publik adalah segala kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan”
3.
Pelanggan
Pelanggan menurut Dharmmesta dan Handoko (1997:12)
yaitu individu-individu yang melakukan pembelian untuk memenuhi kebutuhan
pribadinya atau konsumsi rumah tangga.
4.
Kepuasan
pelanggan
Kotler (2002:42) menyatakan bahwa perasaan senang atau
kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau
kesannya terhadap kinerja atau hasil dari suatu produk dan harapan-harapannya.
5.
Kualitas
pelayanan
Definisi dari Nasution (2004:47) bahwa kualitas
pelayanan adalah tingkat keunggulan yang
diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan
tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.
6.
Model Pelayanan
Salah
satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan
menurut Lupiyoadi
(2001, hal : 147) adalah kemampuan perusahaan dalam
memberikan pelayanan kepada pelanggan. Salah satu pendekatan kualitas pelayanan
yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model SERVQUAL (Service
Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam
serangkaian penelitian mereka yang melibatkan 800 pelanggan terhadap enam
sektor jasa : reparasi, peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi,
sambungan telepon jarak jauh, perbankan ritel, dan pialang sekuritas
disimpulkan bahwa terdapat lima dimensi SERVQUAL sebagai berikut (Parasuraman et
al, 1998).
a.
Tangibles,
bukti
fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada
pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan
dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan
oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain
sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta
penampilan pegawainya.
b.
Reliability,
kehandalan
yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan
secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan
yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama, untuk semua pelanggan tanpa
kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
c.
Responsiveness,
ketanggapan
yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberi pelayanan yang cepat
(responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang
jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas
menyebabkan persepsi yang negatif dalam pelayanan.
d.
Assurance,
jaminan
dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai
perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan.
Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication),
kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence),
dan sopan santun (courtesy).
e.
Emphaty,
memberikan
perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada
para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu
perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan,
memahami kebutuhan
pelanggan secara
spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
Sementara, Morgan Dan Murgatroyd
(Warella, 1997:19) menambahkan, bahwa ada 10 kriteria yang bisa dipergunakan
oleh pengguna jasa dalam menilai kualitas layanan publik:
1.
Realibility,
kemampuan untuk melaksanakan pelayanan yang telah dijanjikan tepat waktu;
2.
Responsiveness,
kesediaan untuk membantu pelanggan dengan menyediakan pelayanan yang cocok,
seperti yang diharapkan.
3.
Competence,
menyangkut pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat
melaksanakan pelayanan.
4.
Acces,
kemudahan untuk melakukan kontak dengan penyedia layanan jasa;
5.
Courtessy,
sikap sopan, menghargai orang lain, penuh pertimbangan dan penuh persahabatan.
6.
Communication,
selalu m personel emberikan informasi yang tepat kepada pelanggan dalam bahasa
yang mereka pahami, mau mendengarkan mereka yang berarti menjelaskan tentang
pelayanan, kemungkinan pilihan biaya, jaminan pada pelanggan bahwa masalah
mereka akan ditangani.
7.
Credibility;
dapat dipercaya. Jujur, dan mengutamakan kepentingan pelanggan.
8.
Security,
bebas dari risiko, bahaya dari keragu-raguan;
9.
Understanding the customer;
berusaha untuk mengenal dan memahami kebutuhan pelanggan dan menaruh perhatian
pada mereka secara individual;
10. Apperance
presentation, penampilan dari fasilitas fisik,
penampilan personel dan peralatan yang digunakan;
C.
GAMBARAN
MASALAH
Output atau
kinerja yang diberikan PDAM Kapuas Hulu, sampai saat ini masih jauh dari
harapan masyarakat. Mulai dari “penyediaan” air, biaya, perilaku petugas sampai
dengan penangan masalah.
Pengalaman
penulis dan hasil wawancara penulis terhadap pelanggan PDAM Kapuas Hulu
memberikan satu gambaran, bahwa air sebagai salah satu kebutuhan mendasar
manusia, belum mampu “disediakan” secara layak oleh PDAM, baik dari sisi
kuantitas maupun kualitas. Dari sisi kuantitas,
debit air yang diterima masyarakat, tidak bisa setiap saat, kecuali para
pengguna pompa air. Sementara perekonomian masyarakat, belum bisa memberikan
kemampuan untuk membelikan pompa air pada setiap rumah tangga. Dari sisui kualitas, air sebagai salah satu “sumber
konsumsi” utama bagi manusia dan kehidupan makhluk hidupnya, jelas sangat
berarti terhadap “kesehatan”. Fakta yang terlihat selama ini, air yang datang
ke konsumen belum memenuhi “standar nilai” yang layak bagi konsumen (keruh atau
berpasir).
Dari
aspek perilaku petugas, terlihat pada saat petugas mencatat pada “meteran” PDAM
konsumen, belum menunjukkan “perilaku pelayan publik”. Sikap ketus, apatis dan
emosional masih sering dijumpai, seharusnya sebagai pelayan publik, para petugas
PDAM harus mampu menunjukkan perilaku yang sesuai dengan standar nilai para
pelayan publik sebagaimana yang diharapkan.
D.
ANALISIS
MASALAH
Mengacu
pada “output” yang diberikan PDAM serta pada tugas pokok dan fungsi yang
menjadi tanggungjawab, terdapat beberapa persoalan yang menjadi latar belakang
penyebab persoalan. beberapa faktor tersebut, antara lain:
1. Kebijakan
2. Mekanisme
Rekrutmen Direksi dan Tenaga Pelaksana PDAM
3. Mekanisme
kontrol terhadap PDAM
4. Kinerja
Sumber Daya Manusia
a) kebijakan
Kebijakan
atau kebijakan publik didefinsikan sebagai mendefinisikan Kebijakan publik
dikatakan sebagai apa yang tidak dilakukan maupun apa yang dilakukan oleh
pemerintah. Thomas R. Dye ( 1981 ).
Tahap-tahap
kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut:
1.
Penyusunan Agenda
Agenda
setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas
kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang
disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil
mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam
agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik
yang lebih daripada isu lain.
Dalam agenda
setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan
diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering
disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya
muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah
tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai
karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan
merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan,
rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak
semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan.
Ada beberapa
Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik (Kimber, 1974;
Salesbury 1976; Sandbach, 1980; Hogwood dan Gunn, 1986) diantaranya:
a.
telah mencapai titik kritis tertentu à jika diabaikan,
akan menjadi ancaman yang serius;
b.
telah mencapai tingkat partikularitas tertentu à
berdampak dramatis;
c.
menyangkut emosi tertentu dari sudut kepent. orang
banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media massa;
d.
menjangkau dampak yang amat luas ;
e.
mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam
masyarakat ;
f.
menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit
dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)
Karakteristik
: Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda
publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk
waktu lama.
Ilustrasi :
Legislator negara dan kosponsornya menyiapkan rancangan undang-undang mengirimkan ke Komisi Kesehatan
dan Kesejahteraan untuk dipelajari dan disetujui. Rancangan berhenti di komite
dan tidak terpilih.
Penyusunan
agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi
kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh
mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.
2.Formulasi
kebijakan
Masalah yang
sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan.
Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang
terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau
pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk
masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing
slternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk
memecahkan masalah.[3]
3. Adopsi/
Legitimasi Kebijakan
Tujuan
legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan.[4] Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat
diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah.[5]Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan
pemerintah yang sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi -
cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang
membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat dikelola
melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang
belajar untuk mendukung pemerintah.[6]
4.
Penilaian/ Evaluasi Kebijakan
Secara umum evaluasi kebijakan
dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian
kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak.Dalam hal ini ,
evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi
kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan
dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa
meliputi tahap perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang
diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap
dampak kebijakan.
Sumber:
b) Mekanisme
Rekrutmen Direksi dan Tenaga Pelaksana PDAM
Eksistensi
seorang pemimpin sangat menentukan dalam kehidupan organisasi. Sang pemimpin
berperan dalam menentukan kelangsungan kehidupan maupun segala ekses yang
timbul dari seluruh kebijakan, program dan seluruh faktor pendukung organisasi.
Bertitik tolak dari peran seorang pemimpin/direksi pada PDAM, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun
2007 Tentang Organ Dan Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum memberikan
beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh calon direksi.
Dalam
beberapa oebservasi penulis terhadap mekanisme rekrutmen direksi, Kepala Daerah
(BuPati) selaku “penentu” siapa yang menjadi direksi PDAM mengeyampingkan
segala persyaratan yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Implikasi
dari mekanisme rekrutmen direksi yang tidak berpedoman pada ketentuan adalah
“kinerja PDAM” semakin terpuruk dibanding kepemimpinan sebelumnya. Pelayanan
publik sebagai salah satu tugas yang harus diemban direksi PDAM dan pelaksana
yang ada, masih jauh dari harapan masyarakat.
Sementara
mekanime rekrutmen unsur pelaksana/ tenaga pendukung, baik teknis maupun
administratif, pada PDAM Kapuas Hulu lebih cenderung pada “mekanisme enunjukan”
oleh direksi. Keputusan pegangkatan karyawan, berdasarkan wawancara penulis,
pengamatan di lapangan didasarkan pada pertimbangan subyektif direksi. Seperti,
unsur kekeluargaan, karena prestasi atau minat di bidang olah raga tertentu.
c) Audit
terhadap PDAM
Secara teoritis,
kehidupan organisasi dimulai dengan perencanaan dan berakhir pada
pengawasan/evaluasi/audit. Peran audit pada tindakan organisasional adalah
untuk mengetahui seluruh infut yang digunakan, proses yang berlangsung atau
output yang dihasilkan.
Badan Pengawas Keuangan
dan Pemerintahan (BPKP) sebagai salah satu lembaga yang memiliki otoritas
“audit” terhadap institusi pemerintah maupun non pemerintah menyimpulkan bahwa
PDAM Kapuas Hulu pada status “disclaimer” atau tidak ada pendapat.
Hasil ini memberikan
satu indikasi bahwa administrasi keuangan pada PDAM Kapuas Hulu pada posisi
terendah dalam mekanisme pengelolaan maupun pertanggungjawaban keuangan.
d) Kinerja
Sumber Daya Manusia
Dari
beberapa unsur manajemen yang ada, sumber Daya manusia merupakan sumber utama
yang berperan terhadap organisasi. Kualitas dan profesionalisme SDM sangat
menentukan kinerja yang dihasilkan.
Dari
hasil pengamatan, wawancara dan analisis penulis, disimpulkan bahwa kemampuan
SDM pada PDAM Kapuas Hulu masih rendah.
Kemampuan
maupun kinerja yang dihasilkan dapat terlihat pada kemampuan teknis
(pengelolaan penyediaan air), kemampuan administrasi (penyajian
data/informasi), serta kemampuan lainnya, seperti pemberian pelayanan kepada
pelanggan.
Dari
berbagai kemampuan/keahlian para karyawan PDAM, belum menunjukkan hasil yang
diharapkan sebagaimana yang ditetapkan pada “struktur organisasi dan Tata
Kerja” yang memberikan gambaran tentang Tugas Pokok dan fungsi PDAM.
E.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Berdasarkan
uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa:
1. Pemerintah
Daerah Kabupaten Kapuas Hulu selaku “pemilik” modal dan “pengawas” Perusahaan
Daerah Air Minum Kabupaten Kapuas Hulu, perlu membuat satu formulasi kebijakan
yang tidak hanya berorientasi pada kepentingan PDAM sebagai organ pencari
“sumber” pendapatan bagi Pemerintah Daerah, lebih dari itu, PDAM juga beperan
sebagai “pelayan publik” kepada konsumen Kapuas Hulu;
2. Perusahaan
Daerah Air Minum Kabupaten Kapuas Hulu perlu melakukan upaya-upaya yang
strategis, terencana dan terukur dalam meningkatkan pelayanan kepada konsumen;
3. Pemerintah
Kabupaten Kapuas Hulu, Perusahaan Daerah Air Minum serta masyarakat melalui
DPRD Kapuas Hulu perlu melakukan koordinasi dalam upaya meningkatkan kinerja
PDAM Kapuas Hulu;
4. Dewan
Pengawas Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kapuas Hulu agar lebih
mengoptimalisasi peran “pengawasan” terhadap kinerja Perusahaan Daerah Air
Minum Kabupaten Kapuas Hulu;
5. Proses
pengangkatan “direksi” Perusahaan
Daerah Air Minum Kabupaten Kapuas Hulu seyogyanya didasarkan pada asas
profesionalitas, tanpa diintervensi oleh kepentingan politik;
6. Perlu
dibentuk satu lembaga independen profesional yang “netral” dalam menilai
kinerja direksi Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kapuas Hulu serta Dewan
Pengawas.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Peraturan
Menteri Pendayagunaan aparatur negara Nomor : Per/20/M.PAN/2006 tentang Pedoman
Penyusunan Standar Pelayanan Publik;
2.
Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Organ Dan Kepegawaian
Perusahaan Daerah Air Minum;
3.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : Kep/25/M.Pan/2/2004 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan
Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah
4.
repository.usu.ac.id/bitstream/.../4/Chapter%20II.pdf
5.
Modul
Teori Administrasi, Universitas Terbuka, hal.6.46.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar