I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia yang menjadi acuan sektor pertanian dan ketahanan pangan adalah mengembangkan Sistem Ketahanan Pangan dan Gizi (SKPG) yang berbasis pada keragaman sumber daya bahan pangan, kelembagaan dan budaya lokal. Sistem Ketahanan Pangan dan Gizi diharapkan mampu menjamin ketersediaan pangan dan nutrisi dalam jumlah dan mutu yang dibutuhkan, pada tataran harga yang terjangkau dengan tidak mengeyampingkan peningkatan pendapatan petani dan nelayan serta peningkatan produksi.
Pembangunan ketahanan pangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan pembangunan nasional. Peningkatan Sector pembangunan ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas pembangunan.
Keberadaan ketahahanan pangan sangat berpengaruh secara signifikan terhadap seluruh rangkaian kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kondisi ketahanan pangan yang optimal setidaknya dapat dijadikan sebagian pilar untuk menjamin stabilitas sosial, politik yang diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan terwujudnya ketahanan nasional.
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) diawali dengan pelaksanaan kegiatan pengamatan situasi pangan, dengan teknik penyediaan data/ nformasi terhadap penanganan masalah gangguan pangan yang berpeluang muncul setiap saat. Perkembangan situasi pangan dapat cenderung menjadi tidak menentu dan sulit dipastikan, baik sebagai akibat pengaruh alam maupun oleh adanya gejala instabilitas seperti krisis ekonomi, sosial dan politik, maka penerapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi diharapkan dapat dijadikan acuan dalam mendeteksi kondisi awal ketahanan ekonomi, social dan politik.
Selain sebagai pendeteksi awal, SKPG berguna dalam perencanaan program pangan dan gizi yang mampu mengoptimalkan koordinasi lintas sektoral antar lembaga. Ketersediaan pangan yang stabil disuatu tempat, artinya pangan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat dan dapat dikonsumsi masyarakat sesuai dengan kebutuhan.
Pengamatan situasi pangan dilaksanakan melalui kegiatan pemantauan secara langsung atau melalui k pengumpulan data/informasi yang berhubungan dengan ketersediaan pangan yang selanjutnya akan diolah untuk menjadi bahan perumusan kebijakan dalam penanggulangan masalah kerawanan pangan.
Implementasi pelaksanaanya SKPG pada akhirnya adalah hubungan yang terkoordinir dengan baik antara pemerintah daerah pusat secara fungsional. Pelaksanaan ini terkait dengan beberapa perangkat hukum antara lain : ( 1 ) UU No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, ( 2 ) UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, ( 3 ) UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. ( 4 ) PP No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, ( 5 ) Keppres No. 132 Tahun 2001 tentang Dewan Ketahanan Pangan, ( 6 ) Surat Edaran Menteri Kesehatan tanggal 27 juli 2002 No.1107/Menkes/ENII/2000 tentang Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) menjadi kewenangan Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Berdasarkan uraian diatas dan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan SKPG Sektor Pertanian di Kabupaten Kapuas Hulu, maka perlu disusun evaluasi pelaksanaan SKPG sebagai bahan masukan dan informasi bagi penentuan kebijakan ditahap selanjutnya.
B. PENGERTIAN
1. Kewaspadaan Pangan dan Gizi diartikan sebagai kesiapan secara terus menerus untuk mengamati, menemukan secara dini dan merespon kemungkinan timbulnya masalah kerawanan pangan dan gizi.
2. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) merupakan suatu sistem pendeteksian dan pengolahan informasi tentang situasi pangan dan gizi yang berjalan terus menerus. Informasi yang dihasilkan menjadi dasar perencanaan, penentuan kebijakan, koordinasi program dan kegiatan penanggulangan kerawanan pangan dan gizi.
3. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun yang tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia.
4. Kerawanan pangan adalah situasi daerah, masyarakat atau rumah tangga yang tingkat ketersediaan dan keamanan pangannya tidak cukup untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan sebagian besar masyarakat.
5. Gizi adalah suatu zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.
C. TUJUAN
1. Membangun/menyediakan data dan informasi situasi pangan yang mempengaruhi status gizi pada skala rumah tangga, wilayah dan nasional.
2. Membangun/menyediakan isyarat dini kemungkinan terjadinya ganguan ketersediaan pangan yang dapat mengakibatkan kerawanan pangan dan gizi.
3. Membangun/menyediakan kebijakan penyediaan kecukupan pangan
4. Membangun / menyediakan kebijakan tindakan penanggulangan kerawanan pangan.
5. Menfasilitasi institusi lintas sektoral maupun swasta dalam menyusun program-program yang mendukung ketahanan pangan.
D. DASAR PELAKSANAAN
- DIPA Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Propinsi Kalimantan Barat Lokasi Kabupaten Kapuas Hulu, Nomor: 1381/018/11.3.01/16/2010 tanggal 20 Desember 2010;
- Pedoman Umum Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Tahun 2011, Kabupaten/Kota di Propinsi Kalimantan Barat.
E. SASARAN
Sasaran evaluasi kegiatan ini adalah seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu.
F. RUANG LINGKUP KEGIATAN
Ruang Lingkup kegiatan SKPG meliputi :
1. Kegiatan pengumpulan data/informasi pangan yang mempengaruhi status gizi sesuai dengan indikator yang ditetapkan, mengolah, menganalisa guna mewaspadai timbulnya ancaman kekurangan pangan dan gizi di masyarakat.
2. Perumusan perencanaan kebijakan dan evaluasi penanggulangan kerawanan pangan.
3. Penetapan kebijakan tindakan intervensi dalam penanggulangan kerawanan pangan dan melakukan tindakan intervensi apabila terjadi krisis pangan.
Ketiga kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan yang terus menerus sehingga informasi yang diperoleh untuk menetapkan langkah dan
tindakan yang diperlukan dalam pencegahan ataupun penanggulangan dapat secara cepat dan tepat.
II. INDIKATOR SKPG SEKTOR PERTANIAN
A. Indikator Sektor Pertanian
Alternatif I : Untuk daerah potensi produksi tanaman pangan (padi)
1. Persentase Luas Tanam dari Luas Sasaran Tanam
Skor 1 : Luas Tanam > 90 % dari luas sasaran tanam
Skor 2 : Luas Tanam > 80 % dari luas sasaran tanam
Skor 3 : Luas Tanam > 70 % - 80 % dari luas sasaran tanam
Skor 4 : Luas Tanam £ 70 % dari luas sasaran tanam
2. Persentase Penerapan Teknologi
Skor 1 : Luas tanam > 90 % sesuai teknologi rekomendasi spesifik
Lokasi
Skor 2 : Luas tanam > 80 %-90 % sesuai teknologi rekomendasi
spesifik lokasi
Skor 3 : Luas tanam > 70 % - 80 % sesuai teknologi rekomendasi
spesifik lokasi
Skor 4 : Luas tanam £ 60 % sesuai teknologi rekomendasi spesifik
lokasi
3. Persentase Luas Areal Kerusakan/Areal Puso
Skor 1 : Luas areal kerusakan/areal puso £ 5 % dari luas tanam.
Skor 2 : Luas areal kerusakan/areal puso > 5 % - 10 % dari luas
tanam.
Skor 3 : Luas areal kerusakan/areal puso > 10 % - 15 % dari luas
tanam.
Skor 4 : Luas areal kerusakan/areal puso > 15 % dari luas tanam.
4. Persentase
Skor 1 : Luas panen > 90 %
Skor 2 : Luas panen > 80 % - 90 %
Skor 3 : Luas panen > 70 % - 80 %
Skor 4 : Luas panen £ 70 %
5. Persentase
Skor 1 : Produktivitas menurun £ 2 %
Skor 2 : Produktivitas menurun > 2 % - 4 %
Skor 3 : Produktivitas menurun > 4 % - 6 %
Skor 4 : Produktivitas menurun > 6 %
Penentuan situasi pangan suatu wilayah/kecamatan berdasarkan indikator sektor pertanian pangan (padi) dilakukan dengan menjumlah skor dari indikator yang digunakan. Semakin besar jumlah skor semakin besar resiko krisis pangan suatu wilayah.
Pemetaan tingkat kerawanan pangan di wilayah kecamatan produsen pangan pokok dibagi menjadi 3 (tiga) indikator, yaitu :
a. Total skor 15 – 20 merupakan wilayah dengan resiko tinggi (warna merah).
b. Total skor 10 – 14 dan tidak ada diantaranya yang memiliki skor 4 merupakan wilayah dengan resiko sedang (warna kuning).
c. Total skor 5 – 9, merupakan wilayah dengan resiko ringan (warna hijau).
Untuk keperluan penggabungan perhitungan dengan indikator yang lain ( KEP, kemiskinan) maka 5 indikator pertanian pangan diperlukan skor gabungan (total indikator tanaman pangan 1,2,3,4,5) sebagai berikut :
a. Skor 1, apabila jumlah skor gabungan = 5
b. Skor 2, apabila jumlah skor gabungan 6 – 9
c. Skor 3, apabila jumlah skor gabungan 10 – 14
d. Skor 4, apabila jumlah skor gabungan 15 – 20
Alternatif 2 : Indikator Produksi Setara Beras (PSB) untuk daerah bukan potensi poduksi pangan.
Indikator ini diperhitungkan dari dukungan penerimaan sub sektor pangan (padi dan non padi) yang disetarakan dengan Produksi Setara Beras (PSB) dalam memenuhi keperluan pangan pokok yang ditentukan dengan rumus :
Produksi pangan non padi X harga pangan non padi (Rp/Kg)
PSB Pangan non padi = __________________________________________________
Harga Beras (Rp/Kg)
Keterangan : Pangan non padi dapat berupa palawija, hasil ternak atau hasil ikan
Kemudian dihitung jumlah ketersediaan pangan pokok PSB (beras dan non beras) yang merupakan penjumlahan semua ketersediaan pangan baik dari beras dan non beras yang ada diwilayah (desa/kecamatan) yang diamati. Oleh karena itu langkah-langkah dan data-data yang perlu dilengkapi sebagai berikut :
1. Data produksi tanaman pangan (padi) 1 tahun yang ada dikonversikan menjadi beras dengan konversi 63,2 persen.
2. Data produksi tanaman pangan non padi yang disetarakan dengan beras.
3. Data produksi ternak, ikan, perkebunan dan hasil produksi lainnya yang dapat dihitung PSB-nya
4. Data penerimaan lainnya yang dapat dipergunakan untuk mengakses pangan
5. Data jumlah penduduk tengah tahun
6. Konsumsi beras perkapita pertahun
7. Kebutuhan beras penduduk desa/kecamatan pertahun
8. Perimbangan ketersediaan Produksi Setara Beras dikurangi kebutuhan beras pertahun
Rasio ketersediaan produksi dibandingkan kebutuhan beras menjadi indikator sebagai berikut :
Skor 1 = apabila rasio > 1,14 (surplus)
Skor 2 = apabila rasio 1,00 – 1,14 (swasembada)
Skor 3 = apabila rasio 0,95 – 1.00 (cukup)
Skor 4 = apabila rasio < 0,95 (defisit)
Catatan :
Untuk daerah tertentu apabila tersedia pasokan beras dari luar daerah dan atau stock maka diperlukan data tambahan sebagai berikut :
a) Data pasokan bahan pangan (beras) dari luar kecamatan dan atau stock.
b) Total ketersediaan beras (produksi setempat + pasokan).
c) Apabila pasokan bahan berupa pangan non beras maka pasokan dapat dihitung PSB-nya.
B. Indikator SKPG Secara Total
Indikator yang digunakan dalam kegiatan SKPG harus menggambarkan situasi pangan dan gizi. Indikator tersebut dapat ditinjau dari aspek sektor pertanian, kesehatan, sosial ekonomi.
1. Indikator Kesehatan : Prevalensi KEP (Kurang Energi Protein).
Prevalensi KEP pada balita diperoleh berdasarkan indikator berat menurut umur hasil pemantauan status gizi yang dilakukan 1 tahun sekali :
Prevalensi KEP sebagai berikut :
Skor 1 : Prevalensi KEP £ 20 %
Skor 2 : Prevalensi KEP > 20 % - 30 %
Skor 3 : Prevalensi KEP > 30 % - 40 %
Skor 4 : Prevalensi KEP > 40 %
2. Indikator Sosial Ekonomi : Keluarga Miskin
Data Kepala Keluarga Miskin terdiri dari keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I karena alasan ekonomi yang diperoleh dari Petugasa Statistik Kecamatan. Indikator KK miskin dihitung berdasarkan jumlah keluarga miskin terhadap total keluarga di wilayah yang bersangkutan.
Skor 1 : % Keluarga miskin 0 % - 19,99 %
Skor 2 : % Keluarga miskin 20 % - 39,99 %
Skor 3 : % Keluarga miskin 40 % - 59,99 %
Skor 4 : % Keluarga miskin > 60 %
Selanjutnya skoring ketiga indikator tersebut di atas (pertanian, kesehatan dan sosial ekonomi) dijumlahkan dan disimpulkan tingkat kerawanan dan gizi suatu wilayah.
1. Total skor 9 –12 atau salah satu indikator memiliki skor 4 termasuk wilayah resiko tinggi dalam peta diberi warna merah.
2. Total skor 6 – 8 atau tidak ada diantara ketiga indikator yang memiliki skor 4 termasuk wilayah resiko sedang dalam peta diberi warna kuning
3. Total skor 3 – 5 atau termasuk wilayah kategori resiko ringan dalam peta diberi warna hijau.
C. Indikator Lokasi Spesifik
Indikator ini bersifat kualitatif yang memperkuat situasi rawan pangan yang gejala-gejala antara lain :
a. Meningkatnya kejahatan (pencurian)
b. Beralihnya pola konsumsi pangan dari pangan pokok ke pangan
alternatif
c. Banyaknya lahan pertanian yang dibiarkan karena keterbatasan biaya
produksi
d. Banyaknya pengiriman tenaga kerja di daerah lahan marginal
e. Meningkatnya prosentase penjualan tabungan ternak.
Dari uraian di atas indikator yang dipergunakan berdasarkan kegunaan SKPG dan frekwensi pemantauan seperti pada Table 1 berikut :
Tabel I. Indikator SKPG dan Frekwensi Penggunaan.
No | Indikator SKPG | Frekwensi Pengumpulan Data Untuk Pemetaan | Frekwensi Pengumpulan data Untuk Peramalan |
1. 2. 3. | Prevalensi KEP % KK Miskin Pertanian/Pangan A. Alternatif I 1) Luas Tanam terhadap sasaran 2) Persentase penerapan teknologi 3) Persentase luas areal kerusakan /areal puso 4) Persentase luas panen dari luas tanam 5) Persentase Produktivitas B. Alternatif II PSB sub sektor pangan (padi dan non padi) | 1 Tahun 1 x 1 Tahun 1 x - 1 Tahun 1 x - - - - 1 Tahun 1 x | 1 MT 1 x 1 MT 1 x 1 MT 1 x 1 MT 1 x 1 MT 1 x 1 MT 1 x |
III. PELAKSANAAN KEGIATAN
A. METODE
Dalam kegiatan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) dari sektor pertanian metode yang digunakan meliputi pengumpulan data, pengolahan dan analisa data tingkat kecamatan, pengolahan dan analisa data tingkat kabupaten dan penyajian data dilakukan dengan cara menentukan indikator kewaspadaan pangan dan gizi dari sektor pertanian.
1. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dari tingkat desa yang merupakan data dasar yang berkaitan untuk memenuhi pengukuran indikator sektor pertanian dan dapat menggambarkan kondisi sebenarnya kemampuan produksi yang baik untuk keperluan peramalan maupun untuk pemetaan.
Sumber data diperoleh dari hasil pemantauan langsung di desa yang diamati maupun dari data hasil statistik pertanian (SP.I.A s/d SP. 11). Selanjutnya data yang didapat dilaporkan ke kabupaten setiap bulannya untuk selanjutnya diolah menjadi data primer.
2. Pengolahan dan Analisa data Tingkat Kecamatan
Dari hasil pengumpulan data di tingkat desa selanjutnya dilakukan pengolahan analisa data dari produksi beras untuk konsumsi dan ketersedian produksi setara beras (PSB)
3. Pengolahan dan Analisa Data Tingkat Kabupaten.
Dari hasil pengumpulan data tingkat kecamatan selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisa data di tingkat kabupaten yang meliputi, ketersedian produksi beras dan produksi setara beras (PSB) untuk kebutuhan konsumsi penduduk yang menggambarkan perimbangan ketersediaan beras dan kebutuhan konsumsi per kapita. Data yang telah dikumpulkan, diolah dan dianalisa untuk selanjutnya dimanfaatkan untuk kegiatan pemetaan, peramatan, pengambilan keputusan dan penanggulangan masalah pangan.
4. Penyajian data
Data-data yang telah diolah selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel-tabel dan peta yang disusun pada akhir tahun yang bersangkutan. Data yang disajikan terdiri dari produksi masing-masing komoditi yang diusahakan di tingkat kecamatan.
B. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan kegiatan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) ini dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2011 mulai bulan Juni sampai dengan akhir tahun (Desember 2011). Pembahasan dan analisa dilaksanakan di kabupaten dalam Rapat Tim SKPG setiap 2 bulan sekali yakni, bulan Agustus, Oktober dan Desember. Sedangkan daerah pemantauan meliputi seluruh wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Kapuas Hulu.
C. Pelaksana Kegiatan
Dalam proses pengumpulan data SKPG ini melibatkan semua komponen yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan kegiatan SKPG di lapangan, yaitu BPP, Petugas Pertanian Kecamatan (Mantri Tani) dan Petugas BPS masing-masing kecamatan yang selanjutnya diolah dan dianalisa ditingkat kabupaten yang dilakukan oleh Tim teknis yang tergabung dalam Satuan Kerja Sekretariat Daerah, Bagian Perekonomian (Subbag.Ketahanan Pangan) Kabupaten Kapuas Hulu.
IV. HASIL PERHITUNGAN INDIKATOR SKPG
Dari angka produksi, cadangan pangan, import dan eksport pangan Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2011 diperoleh tingkat ketersediaan energi sebesar 2.185 kalori/hari kurang mencukupi kebutuhan untuk konsumsi 2.200 kalori/hari. Sebagain besar energi disediakan dari nabati (93,64 %), minyak / lemak hewani (6,35 %). Protein yang tersedia mencapai 73,97 gr/hari melebihi kecukupan konsumsi sebesar 55 gr/hari. Sebagian besar protein dihasilkan dari protein nabati (65,27 %) dan konstribusi protein hewani hanya 34,73 %. Untuk Lemak sebagain besar disediakan dari sumber nabati sebesar 90,58 % dan sumber hewani sebesar 9,42 % dari total 64,42 gr/hari yang dikonsumsi
Batas wilayah Kabupaten Kapuas Hulu meliputi sebelah Timur berbatasan dengan Propinsi Kalteng, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sintang, sebeleh Utara berbatasan dengan Serawak Malaysia dan sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sintang dan Melawi. Kabupaten Kapuas Hulu terbagi menjadi 23 Kecamatan yakni :
1. Kecamatan Putussibau Selatan
2. Kecamatan Putussibau Utara
3. Kecamatan Embaloh Hulu
4. Kecamatan Batang Lupar
5. Kecamatan Badau
6. Kecamatan Empanang
7. Kecamatan Puring Kencana
8. Kecamatan Embaloh Hilir
9. Kecamatan Bunut Hilir
10. Kecamatan Jongkong
11. Kecamatan Selimbau
12. Kecamatan Suhaid
13. Kecamatan Semitau
14. Kecamatan Silat Hilir
15. Kecamatan Silat Hulu
16. Kecamatan Seberuang
17. Kecamatan Hulu Gurung
18. Kecamatan Pengkadan
19. Kecamatan Boyan Tanjung
20. Kecamatan Bunut Hulu
21. Kecamatan Mentebah
22. Kecamatan Kalis
23. Kecamatan Bika
A. Indikator Sektor Pertanian
1. Padi
Dari sektor pertanian khususnya komoditas padi, hasil identifikasi produksi padi terlebih dahulu dikonversikan ke dalam satuan beras dengan mengalikan dengan angka koreksi sebesar 63,2 %, yang dilakukan pada masing-masing kecamatan yang ada.
Untuk lebih jelasnya mengenai data indikator sektor pertanian dengan komoditas padi ini dapat di lihat pada Tabel. 2 berikut ini :
Tabel.2 Skor Indikator Sektor Pertanian dengan Komoditas
Padi Pada Tahun 2011 di Kabupaten Kapuas Hulu
No | Kecamatan | Skor Indikator | Juml. Skor | Skor Indik. Gab | Ket. | ||||
Luas Tanam | Persen Tekno logi | Arel Puso | Luas Panen | Produk- tivitas | |||||
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 | Pts.Selatan Pts.Utara Emblh Hulu Btg Lupar Badau Empanang Puring Kcna Emblh Hilir Bnt Hilir Jongkong Selimbau Suhaid Semitau Slt Hilir Slt Hulu Seberuang Hl Gurung Pengkadan Byn Tanjung Bnt Hulu Mentebah Kalis Bika | 2 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 | 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 1 2 2 2 | 1 1 1 4 4 2 1 4 1 4 4 4 4 4 4 4 1 1 1 1 1 1 4 | 1 1 1 4 3 1 2 1 3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 3 | 0 0 0 0 2 0 0 1 0 2 2 2 2 2 2 2 1 1 0 1 0 0 2 | 6 5 5 11 12 7 7 9 7 12 12 12 12 12 12 12 5 5 6 5 6 5 12 | 2 1 1 3 3 2 2 3 1 3 3 3 3 3 3 3 1 1 2 1 1 2 3 | Res.Ringan Res.Ringan Res.Ringan Res.Sedang Res.Sedang Res.Ringan Res.Ringan Res.Sedang Res.Ringan Res.Ringan Res.Sedang Res.Sedang Res.Ringan Res.Sedang Res.Ringan Res.Ringan Res.Ringan Res.Ringan Res.Ringan Res.Ringan Res.Ringan Res.Ringan Res.Sedang |
Dari Tabel 2. di atas dapat dilihat bahwa untuk sektor pertanian dengan komoditas padi dapat dilihat secara keseluruhan bahwa untuk wilayah Kabupaten Kapuas Hulu berada dalam kondisi pangan khususnya padi berada dalam kondisi yang cukup menggembirakan dengan indikator katagori Cukup. Hasil identifikasi diatas, dapat dianggap untuk Kabupaten Kapuas Hulu berada dalam kondisi cukup aman untuk tingkat ketersediaan pangan komoditas padi.
B. Indikator Sektor PSB.
Untuk indikator PSB ini digunakan bagi daerah yang bukan potensi produk pangan yang diperhitungkan dari dukungan penerimaan dari sub sektor pangan (padi dan non padi) yang disetarakan dengan beras.
Dari hasil perhitungan untuk Kabupaten Kapuas Hulu dapat dijelaskan pada tabel 3. berikut ini :
Tabel 3. Skor Indikator sektor PSB Tahun 2011 di Kabupaten
Kapuas Hulu
NO | Kecamatan | Skor | Keterangan |
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. | Putussibau Selatan Putussibau Utara Embaloh Hulu Batang Lupar Badau Empanang Puring Kencana Embaloh Hilir Bunut Hilir Jongkong Selimbau Suhaid Semitau Silat Hilir Silat Hulu Seberuang Hulu Gurung Pengkadan Boyan Tanjung Bunut Hulu Mentebah Kalis Bika | 4 4 3 3 4 4 3 4 3 1 4 4 3 4 4 3 1 1 1 3 3 4 4 | Deficit defisit cukup cukup defisit defisit cukup defisit cukup surplus defisit defisit cukup difisit difisit cukup surplus surplus surplus cukup cukup difisit deficit |
| Kabupaten | 4 | Deficit |
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi PSB di Kabupaten Kapuas Hulu berada dalam kondisi yang aman dengan katagori Cukup dimana terdapat, 4(empat) kecamatan dengan kondisi surplus, 4 (empat) kecamatan dengan kondisi cukup dan 15 (lima belas) kecamatan dalam kondisi defisit, lima belas kecamatan ini yang perlu mendapat perhatian lebih serius untuk penentuan kebijakan lebih lanjut.
Untuk lebih jelasnya mengenai perhitungan skor indikator untuk PSB ini dapat dilihat pada lampiran .
C. Indikator Sektor Kesehatan
Untuk sektor kesehatan, skor indikatornya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini :
Skor Indikator Sektor Kesehatan Tahun 2011 di Kabupaten Kapuas Hulu
NO | Kecamatan | Skor | Keterangan |
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. | Putussibau Selatan Putussibau Utara Embaloh Hulu Batang Lupar Badau Empanang Puring Kencana Embaloh Hilir Bunut Hilir Jongkong Selimbau Suhaid Semitau Silat Hilir Silat Hulu Seberuang Hulu Gurung Pengkadan Boyan Tanjung Bunut Hulu Mentebah Kalis Bika | 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 | Prevalensi KEP > 40 % Prevalensi KEP 20 - 30 % Prevalensi KEP 20 - 30 % Prevalensi KEP 20 - 30 % Prevalensi KEP 20 - 30 % Prevalensi KEP 20 - 30 % Prevalensi KEP 20 - 30 % Prevalensi KEP > 40 % Prevalensi KEP > 40 % Prevalensi KEP 20 - 30 % Prevalensi KEP > 40 % Prevalensi KEP 20 - 30 % Prevalensi KEP 20 - 30 % Prevalensi KEP > 40 % Prevalensi KEP > 40 % Prevalensi KEP 20 - 30 % Prevalensi KEP 20 - 30 % Prevalensi KEP 20 - 30 % Prevalensi KEP 20 - 30 % Prevalensi KEP 20 - 30 % Prevalensi KEP 20 - 30 % Prevalensi KEP 20 - 30 % Prevalensi KEP 20 - 30 % |
| Kabupaten | 3 | Prevalensi KEP 20 - 30 % |
D. Indikator Sektor Sosial Ekonomi
Untuk sektor Sosial Ekonomi data yang dipergunakan berdasarkan hasil perhitungan jumlah KK miskin yang terdiri dari keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I dan untuk skor indikatornya dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini :
Tabel 5. Skor Indikator Sektor Sosial Ekonomi Tahun 2011 di
Kabupaten Kapuas Hulu.
NO | Kecamatan | Skor | Keterangan |
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. | Putussibau Selatan Putussibau Utara Embaloh Hulu Batang Lupar Badau Empanang Puring Kencana Embaloh Hilir Bunut Hilir Jongkong Selimbau Suhaid Semitau Silat Hilir Silat Hulu Seberuang Hulu Gurung Pengkadan Boyan Tanjung Bunut Hulu Mentebah Kalis Bika | 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 2 3 3 2 2 3 3 3 | % keluarga miskin 40% - 59,99% % keluarga miskin 20% - 39,99% % keluarga miskin 40% - 59,99% % keluarga miskin 40% - 59,99% % keluarga miskin 40% - 59,99% % keluarga miskin 40% - 59,99% % keluarga miskin 40% - 59,99% % keluarga miskin 40% - 59,99% % keluarga miskin 40% - 59,99% % keluarga miskin 20% - 39,99% % keluarga miskin 20% - 39,99% % keluarga miskin 20% - 39,99% % keluarga miskin 20% - 39,99% % keluarga miskin 40% - 59,99% % keluarga miskin 40% - 59,99% % keluarga miskin 20% - 39,99% % keluarga miskin 40% - 59,99% % keluarga miskin 40% - 59,99% % keluarga miskin 20% - 39,99% % keluarga miskin 20% - 39,99% % keluarga miskin 40% - 59,99% % keluarga miskin 40% - 59,99% % keluarga miskin 40% - 59,99% |
| Kabupaten | 3 | % keluarga miskin 30%-60% |
E. Indikator Total
1. Alternatif I
Dalam perhitungan hasil indikator SKPG secara keseluruhan/total dengan menggunakan alternatif I adalah suatu cara perhitungan dengan menggabungkan 3 (tiga) indikator utama yang menjadi penentu dalam kegiatan evaluasi pelaksanaan SKPG ini di suatu wilayah. Ketiga indikator tersebut terdiri dari :
Ø Sektor Pertanian dengan komoditas Padi
Ø Sektor Kesehatan(Prevalensi Gizi)
Ø Sektor Sosial Ekonomi (%KK miskin)
Untuk lebih jelasnya mengenai perhitungan ketiga indikator dimaksud dimasing-masing kabupaten dapat dilihat pada Tabel 6. berikut ini:
Tabel 6. Perhitungan Evaluasi Indikator untuk Sektor Pertanian,
Sektor Kesehatan dan Sektor Sosial Ekonomi
Tahun 2011 di Kabupaten Kapuas Hulu
No. | Kecamatan | Ind.Pertanian | Ind.Kesehatan | Ind.Sosial ekonomi | Jumlah Skor | Resiko Rawan pangan | Warna |
Skor | Skor | Skor | |||||
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. | Pts.Selatan Pts.Utara Emblh Hulu Btg Lupar Badau Empanang Puring Kcna Emblh Hilir Bnt Hilir Jongkong Selimbau Suhaid Semitau Slt Hilir Slt Hulu Seberuang Hl Gurung Pengkadan Byn Tanjung Bnt Hulu Mentebah Kalis Bika | 2 1 1 3 3 2 2 3 1 3 3 3 3 3 3 3 1 1 2 1 1 2 3 | 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 | 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 2 3 3 2 2 3 3 3 | 9 6 7 9 9 8 8 10 9 8 9 8 8 10 10 8 7 7 7 6 7 8 10 | tinngi sedang sedang tinngi tinngi sedang sedang tinngi tinggi sedang tinggi sedang sedang tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang sedang serdang sedang tinggi | Merah Kuning Kuning Merah Merah Kunig Kuning Merah Merah Kuning Merah Kuning Kuning Merah Merah Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Merah |
Dari data pada Tabel 6. diatas dapat disimpulkan bahwa secara umum kondisi keadaan pangan, kesehatan dan sosial ekonomi di Kabupaten Kapuas Hulu berada dalam kondisi ringan. Hal ini ditandai dengan semua kecamatan yang merupakan daerah dengan kondisi aman. Namun demikian perlu adanya upaya peningkatan dan pengawasan yang lebih intensif di beberapa wilayah kecamatan.. Dari sektor Kesehatan semua kecamatan berada dalam kondisi yang cukup aman. Namun untuk itu perlu adanya tingkat kewaspadaan yang cukup tinggi mengingat kondisi cuaca dan alam yang kurang mendukung Sementara untuk sektor sosial ekonomi didapatkan bahwa untuk semua kecamatan yang di kabupaten Kapuas Hulu berada dalam kondisi aman. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya angka keluarga miskin yang ada di kabupaten Kapuas Hulu dan menunjukan bahwa tingkat kesejahteraan dan daya beli masyarakat secara umum berada dalam kondisi yang baik.
2. Alternatif II
Dalam perhitungan hasil indikator SKPG secara keseluruhan/total dengan menggunakan alternatif II adalah suatu cara perhitungan dengan menggabungkan 3 (tiga) indikator utama yang menjadi penentu dalam kegiatan pelaksanaan evaluasi SKPG ini di suatu wilayah. Ketiga indikator tersebut terdiri dari :
Ø Indikator Produksi Setara Beras (PSB)
Ø Indikator Sektor Kesehatan(Prevalensi Gizi)
Ø Indikator Sektor Sosial Ekonomi (%KK miskin)
Untuk lebih jelasnya mengenai perhitungan ketiga indikator dimaksud dimasing-masing kabupaten dapat dilihat pada Tabel 7. berikut ini:
Tabel 7. Perhitungan Evaluasi Indikator untuk Sektor PSB, Sektor
Kesehatan dan Tinggi
Sektor Sosial Ekonomi Tahun 2011 di Kabupaten Kapuas Hulu.
No. | Kecamatan | Ind.PSB (B+NB) | Ind.Kesehatan | Ind.Sosial ekonomi | Jumlah Skor | Resiko Rawan Pangan | Warna |
Skor | Skor | Skor | |||||
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. | Pts.Selatan Pts.Utara Emblh Hulu Btg Lupar Badau Empanang Puring Kcna Emblh Hilir Bnt Hilir Jongkong Selimbau Suhaid Semitau Slt Hilir Slt Hulu Seberuang Hl Gurung Pengkadan Byn Tanjung Bnt Hulu Mentebah Kalis Bika | 4 4 3 3 4 4 3 4 3 1 4 4 3 4 4 3 1 1 1 2 2 4 4 | 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 | 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 2 3 3 2 2 3 3 3 | 11 9 9 9 10 10 9 11 10 6 10 9 8 11 11 8 7 7 6 7 8 10 11 | Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi sedang Tinggi Tinggi sedang Tinggi Tinggi sedang sedang sedang sedang sedang sedang Tinggi Tinggi | merah merah merah merah merah merah merah merah merah kuning merah merah kuning merah merah kuning kuning kuning kuning kuning kuning Merah Merah |
Untuk perhitungan Indikator SKPG secara total dengan menggunakan alternatif II ini didapatkan bahwa untuk Kabupaten Kapuas Hulu secara umum berada dalam kondisi aman yang ditandai dengan skor tingkat kerawanan yang rendah dimana tidak ada kecamatan yang berada dalam tingkat resiko rawan pangan yang tinggi. Namun ada dibeberapa kecamatan yang perlu dilakukan peningkatan dan pembinaan yang lebih lanjut karena kondisinya berada dalam posisi kurang seperti di Kecamatan Badau.
V. PEMANFAATAN DATA
A. Pemetaan Wilayah
Dari hasil perhitungan indikator SKGP secara total baik yang menggunakan alternatif I maupun alternatif II, selanjutnya data yang telah ada diaplikasikan dalam bentuk peta yang menunjukan tingkat situasi pangan dari berbagai indikator, yaitu indikator sektor pertanian yang terdiri dari padi dan non padi, indikator sektor PSB, indikator kesehatan dan indikator sosial dan ekonomi.
1. Daerah Pertanian
Dari hasil perhitungan, dengan indikator PSB untuk indikator pertanian didapatkan bahwa ada 15 (lima belas) kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu yang merupakan daerah produksi pertanian dengan katagori defisit, seperti Kecamatan Badau , Kecamatan Suhaid, Kecamatan Bika, Kecamatan Putussibau Selatan dll, sedangkan Kecamatan Jongkong , Kecamatan Hulu Gurung, Kecamatan Pengkadan dan Kecamatan Bunut Hulu dengan kategori surplus.
B. Penanggulangan Rawan Pangan.
Dari hasil perhitungan indikator SKPG secara total dan pemetaan wilayah, maka daerah-daerah yang terindikasi mengalami rawan pangan dapat terdeteksi secara dini sehingga dapat mempermudah bagi para pengambil kebijakan untuk menentukan langkah apa yang diperlukan untuk kegiatan penanggulangan dan antisipasi di tahun berikutnya.
Berdasarkan perhitungan indikator sektor pertanian, Kesehatan dan sosial ekonomi maka semua kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu yang berada dalam kondisi resiko sedang untuk terjadinya rawan pangan. Walaupun secara khusus tidak mengalami rawan pangan, namun perlu beberapa antisipasi kemungkinan terjadinya dampak-dampak lain seperti bencana alam, serangan hama penyakit, dan kesulitan saprodi.
Pada tahun 2011 ini terjadi banjir hampir seluruh Kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu. Untuk penanggulangan banjir di DAS Kapuas dilakukan oleh Pemda melalui APBD Kabupaten, sedang untuk Kecamatan Silat Hulu Desa Belimbing di tanggulangi dengan TP Provinsi dan di Putussibau Selatan desa Melapi di tanggulangi dengan dan APBD Provinsi.
Bentuk intervensi yang pernah dilakukan oleh Instansi terkait adalah bantuan pangan, bantuan sarana produksi dan bantuan alat pertanian. Sedangkan untuk jangka menengah adalah perbaikan irigasi dan penyediaan saprodi dengan kredit murah, bantuan pestisida untuk PHT melalui kelompok tani.
VI. PERMASALAHAN
Peran strategis perwujudan ketahanan pangan dalam rangka mewujudkan komitmen pembangunan pangan berdasarkan pada :
1. Upaya memenuhi kebutuhan pangan sebagai salah satu hak azasi manusia
2. Upaya membangun sumberdaya manusia yang berkulaitas
3. Upaya membangun salah satu pilar ketahanan pangan nasional.
Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat adalah :
1. Pertumbuhan penduduk rata-rata setiap tahunnya terus meningkat membutuhkan ketersediaan pangan yang cukup besar, sementara pertumbuhan produksi pangan perlu mendapat perhatian bersama.
2. Kemampuan produksi pangan di masing-masing wilayah bervariasi tergantung musim, sehingga stabilitas harga sulit dikendalikan.
3. Infrastruktur ekonomi yang mendukung kelancaran distribusi pangan antar daerah masih terkendala.
4. Diversifikasi pangan dan gizi masih belum membuahkan hasil, perkembangan pangan lokal dalam rangka memperbaiki konsumsi pangan bergizi, beragam dan berimbang (3B) masih berjalan lamban dan hingga saat ini masyarakat menilai bahwa komoditas pangan pokok non beras sebagai pangan inferior.
Penyebab munculnya permasalahan di atas antara lain oleh faktor :
1. Program penyediaan pangan hanya difokuskan pada beras.
2. Belum ditanganinya secara terprogram dan berkelanjutan upaya pemanfaatan pangan pokok non beras.
3. Tingkat dan pola konsumsi pangan dan gizi rumah tangga dipengaruhi kondisi ekonomi, sosial dan budaya.
4. Lemahnya sosialisasi pangan berbasis pangan lokal mengakibatkan terdesaknya keberadaan pangan tersebut di masyarakat.
5. Penelitian dan pengembangan pangan lokal masih terbatas dan yang sudah ada belum dimanfaatkan secara optimal oleh investor.
VII. KESIMPULAN
Dari hasil yang di dapat serta uraian di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan perhitungan indikator SKPG secara total dengan menggunakan alternatif I bahwa secara umum Kabupaten Kapuas Hulu memiliki kondisi pangan dan gizi dengan tingkat resiko kerawanan ringan ( warna hijau) namun perlu mendapat perhatian khusus untuk kedepan mengingat kondisi iklim yang tidak menentu sehingga memungkinkan berpotensi menjadi daerah dengan tingkat kerawanan yang tinggi.
2. Berdasarkan perhitungan indikator SKPG secara total dengan menggunakan alternatif II dapat dilihat bahwa Kabupaten Kapuas Hulu berada dalam kondisi tingkat kerawanan yang ringan (warna hijau) tanpa adanya daerah yang berada dalam kondisi rawan, namun perlu adanya tindakan lebih lanjut untuk meningkatkan status karena berpeluang untuk munculnya tingkat kerawanan yang lebih tinggi dimasa mendatang.
3. Dalam penyajian Laporan ini belum dapat menampilkan peta di karenakan teknik pembuatan peta belum ada petugas yang di latih. Semoga untuk tahun selanjutnya ada pelattihan untuk pemetaan bagi petugas Kabupaten.
VIII. PENUTUP
Demikian Laporan Evaluasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) ini disusun, semoga dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan bahan dasar dalam penentuan kebijakan pada tahap selanjutnya.
Semoga informasi dalam bentuk data Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi ini berguna dan dapat dijadikan tolok ukur dan evaluasi kegiatan terhadap program kerja yang sudah dilaksanakan Pemerintah dan masyarakat di Tahun Anggaran 2011.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. i
DAFTAR ISI.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. ii DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. iv
I. PENDAHULUAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
A. LATAR BELAKANG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
B. PENGERTIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
C. TUJUAN.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
D. DASAR PELAKSANAAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
E. SASARAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
F. RUANG LINGKUP KEGIATAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
II. INDIKATOR SKPG SEKTOR PERTANIAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
A. INDIKATOR SEKTOR PERTANIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
1. Alternatif I . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
2. Alternatif II . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
B. INDIKATOR SKPG TOTAL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
1. Indikator Kesehatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
2. Indikator Sosial Ekonomi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
C. INDIKATOR LOKASI SPESIFIK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
III. PELAKSANAAN KEGIATAN SKPG. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
A. METODE. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
1. Pengumpulan Data. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
2. Pengolahan dan Analisa Data Tingkat Kecamatan . . . . . . . . . . . 11 3. Pengolahan dan Analisa Data Tingkat Kabupaten. . . . . . . . . . . 11 4. Penyajian Data. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12 B. WAKTU DAN TEMPAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
C. PELAKSANA KEGIATAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
IV. HASIL PERHITUNGAN INDIKATOR SKPG. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
A. Indikator Sektor Pertanian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
1. Padi.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
B. Indikator Sektor PSB.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
C. Indkator Sektor Kesehatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
D. Indikator Sektor Sosial Ekonomi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
E. Indikator Total. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19
1. Alternatif I . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19
2. Alternatif II. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
V. PEMANFAATAN DATA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
A. Pemetaan Wilayah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
1. Daerah Pertanian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
B. Penanggulangan Rawan Pangan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
VI. PERMASALAHAN . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23
VII. KESIMPULAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
VIII. PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25
KATA PENGANTAR
Kondisi pangan dan gizi dapat memberikan gambaran dari keadaan yang sesungguhnya dari sektor ketahanan pangan,Untuk itu, diperlukan pendeteksian secara dini, kontinyu dan periodik. Langkah ini dilaksanakan sebagai upaya untuk melakukan pemantauan, pencegahan dan penanggulangan terjadinya persoalan kerawananan pangan.
Pelaksanaan Evaluasi SKPG Sektor pertanian di Kabupaten Kapuas Hulu pada tahun 2011 ini disusun sebagai upaya untuk menyediakan data-data kongkrit melalui metode dan pemanfataan indikator yang ada. Evaluasi ini berguna untuk memberikan gambaran terhadap kondisi yang sebenarnya dalam persoalan pangan di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu pada Tahun 2011.
Kami menyadari adanya kekurangan-kekurangan dalam penyusunan Evaluasi Pelaksanaan SKPG Sektor Pertanian Kabupaten Kapuas Hulu ini. Baik, dari sisi teknis pengumpulan, pengolahan maupun penyediaan data. Meski demikian kami senantiasa berupaya secara maksimal, sehingga hasil Evaluasi Pelaksanaan SKPG Sektor Pertanian Kabupaten Kapuas Hulu ini dapat digunakan sebagai bahan analisis dan dasar untuk penyusunan perencanaan pembangunan ketahanan pangan nasional pada umumnya dan ketahanan pangan wilayah Kabupaten Kapuas Hulu pada khususnya.
Putussibau, November 2011
a.n. Bupati Kapuas Hulu
Sekretaris Daerah
Ub.
Asisten Pembangunan dan Perekonomian,
Drs. H. Tatang Suryadi, MM
Pembina Utama Muda
NIP 19571101 198303 1 011
LAPORAN
PELAKSANAAN SKPG SEKTOR PERTANIAN
( SISTIM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI )
PROGRAM KETAHANAN PANGAN
TAHUN 2011
PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU
SEKRETARIAT DAERAH
BAGIAN PEREKONOMIAN
SUBBAG. KETAHANAN PANGAN
KAB.KAPUAS HULU PROV.KALIMANTAN BARAT
JLN. ANTASARI NO:2 TLP. (0567)21003/FAX.21397
PUTUSSIBAU
PELAKSANAAN SKPG SEKTOR PERTANIAN
( SISTIM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI )
PROGRAM KETAHANAN PANGAN
TAHUN 2011
OLEH :
PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU
SEKRETARIAT DAERAH
BAGIAN PEREKONOMIAN
SUBBAG. KETAHANAN PANGAN
KAB.KAPUAS HULU PROV.KALIMANTAN BARAT
JLN. ANTASARI NO:2 TLP. (0567)21003/FAX.21397
PUTUSSIBAU