Minggu, 12 April 2015

BAB II KERANGKA TEORI ANALISIS KINERJA DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN KAPUAS HULU



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Kajian Teori
1.      Manajemen
Managemen berasal dari kata to manage yg berarti mengatur. Dalam hal mengatur akan timbul masalah,  problem, proses dan pertanyaan tentang apa yang diatur, siapa yang mengatur, mengapa harus diatur dan apa tujuan pengaturan tersebut. Manajemen juga menganalisa, menetapkan tujuan/sasaran serta medeterminasi tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban secara baik, efektif dan efisien (Malayu S.P Hasibuan, 1984:2)
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, kita perlu mempelajari, mendalami, menghayati serta memperkembangkan/ mempraktekkan manajemen dengan baik. Pengertian manajemen dapat lebih jelas kita ketahui dengan mempelajari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli seperti di bawah ini:
1.         Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Malayu S.P Hasibuan, 1984:2).
2.         G.R Terry dalam Malayu Hasibuan (1984:3) Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and controolling perfomance to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other resources.  (Manajemen merupakan suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan - tindakan perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainya.
3.         Patterson dan E.G Plowman dalam Malayu Hasibuan (1984:3)  Management can be defined as a technique by means of which the purpose and objectives of particular human group are  determined, clarified and effectuated”. (Manajemen dapat didefinisikan sebagai suatu teknik, maksud dan tujuan dari sekelompok manusia tertentu yang ditetapkan, dijelaskan dan dijalankan).
4.         Harold Koontz dan Cyril O’Donnel dalam Malayu Hasibuan (1984:3) Management is getting things done though people. Nin bringing about this coordinating of group activity, the manager, as a manager plans, organize, staffs, direct and control the activites other people”. (Manajemen adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, penggerakan pengendalian.
5.         Ralph Currier Davis dalam Malayu Hasibuan (1984:3)  Management is the funtion of executive leadership anywhere (Manajemen adalah fungsi dari pimpinan eksekutif, di manapun posisinya).
6.         Jhon D. Millet dalam Malayu Hasibuan (1984:4) “Management is the process directing and facilitating the work of people organized in formal group to achieve a desired end”. (Manajemen adalah proses pembimbingan dan pemberian fasilitas terhadap pekerjaan-pekerjaan yang tergorganisasi dalam kelompok formal untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki).
7.         Encyclopedia Of Social Sciences dalam Malayu Hasibuan (1984:3). Manegement may be defined as the process, by which the execution of given purpose is put into operation and supervised. (Manajemen dapat didefinisikan sebagai suatu proses pelaksanaan suatu tujuan mecapai suatu tujuan yang dikehendaki).
8.         Prof. Oey Liang Lee dalam Malayu Hasibuan (1984:4) Mendefinisikan manajemen adalah seni perencanaan, pengorganisasikan, pengarahan, pengkoorninasian  dan pengontrolan atas human and natural resources  (terutama human resources) untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan lebih dahulu.
Dari definisi di atas, Manajemen dapat diterjemahkan sebagai satu ilmu atau seni untuk mencapai tujuan melalui sumber-sumber yang ada. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai organisasi ditetapkan dalam berbagai bentuk dokumen. Organisasi pemerintah Pusat di antaranya menuangkan tujuan organisasi melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang(RPJP) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis Kementrian/Lembaga. Sementara di daerah, pemerintah menetapkan tujuan melalui RPJMD. Selanjutnya masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) membuat rencana strategis (renstra), Rencana Kerja (Renja) atau Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD).
Mengacu pada definisi manajamen tersebut, maka keberadaan manajemen dalam organisasi, baik organisasi pemerintah atau organisasi swasta, memiliki peran yang strategis.  Salah satu peran manajemen dalam organisasi di antaranya menetapkan rencana (planning) organisasi.
Manajemen sebagai ilmu terapan, dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan dan perkembangan.  Manajemen saat ini merupakan salah satu rangkaian dari manajemen ilmiah yang telah dilakukan melalui satu proses panjang, sistematis dan uji coba pada beberapa organisasi. Lahirnya manajemen ilmiah saat ini dipelopori oleh beberapa pakar atau tokoh. Pakar  tersebut,   antara lain:  Frederick Winslow Taylor (1856-1915) dan Henry Fayol (1841-1925). Pokok pikiran Frederick Winslow Taylor yang terkenal sampai saat ini ialah time and motion study (telaaah tentang waktu dan gerak). Dalam telaah ini dibicarakan cara kerja yang terbaik untuk menambah prestasi kerja pegawai, yakni dengan jalan membuang gerak-gerak kerja yang tidak perlu. (IG. Wursanto, 1998: 27-28).
Selain sebagai perencana organisasi, eksistensi manajemen yang strategis dalam organisasi didasarkan dengan beberapa pandangan terhadap fungsi manajemen. Beberapa ahli memiliki pandangan yang berbeda terhadap fungsi manajemen. Namun secara umum fungsi manajemen relatif dapat digeneralisasi. Semua ahli sependapat bahwa fungsi manajemen secara umum terdiri atas fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), pengendalian (controlling).

2.      Kinerja
Pencapaian target organisasi terlihat pada apa yang dihasilkan. Target organisasi dianggap berhasil apabila adanya kesesuaian antar apa yang dihasilkan organsasi dengan apa yang direncanakan.  Sementara kualitas atau kinerja individu dapat dilihat pada apa yang telah dicapainya dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan. Dalam manajemen hasil yang dicapai oleh karyawan dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya disebut sebagai kinerja atau prestasi kerja.
Kamus Bahasa Indonesia mendefinsikan kinerja sebagai “(1)sesuatu yang dicapai; (2) prestasi yang diperlihatkan; (3) kemampuan kerja”. Mengacu pada definisi ini, kinerja diterjemahkan sebagai sesuatu yang telah dicapai oleh karyawan. Kinerja menunjukkan pada kemampuan dan prestasi yang dimiliki karyawan.
Kualitas kinerja dalam organisasi sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, keterampilan serta motivasi karyawan. Fattah (1999:19) menjelaskan “kinerja atau prestasi kerja diartikan sebagai: “ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu”. Dari pendapat fatah ini menunjukkan bahwa kemampuan seseorang, sikap, keterampilan yang dimiliki serta motivasi yang ada memberikan dampak pada pencapaian hasil terhadap kinerja kayawan.
Sejalan dengan Fatah, Sedarmayanti (2001:50) mendefinsisikan bahwa “Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, unjuk kerja atau penampilan kerja”.
Sementara Samsudin (2005:159) menyebutkan bahwa: “Kinerja adalah tingkat pelaksanaan tugas yang dapat dicapai seseorang, unit atau divisi dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi/perusahaan”. Definisi Samsudin tidak hanya melihat kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaannya, lebih dari itu ada unsur batasan-batasan atau yang ditetapkan organisasi terhadap karyawan. Kinerja dilihat tidak hanya pada apa yang dihasilkan, tetapi bagaimana perbandingan antara apa yang dihasilkan dengan apa yang disyaratkan organisasi.
Dalam bahasa Inggris istilah kinerja adalah performance. Performance merupakan kata benda. Salah satu entry-nya adalah “thing done” (sesuatu hasil yang telah dikerjakan). Jadi arti Performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
Menurut Mangkunegara (2001:67) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Definisi dari Mangkunegara ini memberikan satu pemahaman bahwa kinerja berhubungan dengan tugas yang dibebankan kepadanya. Pencapaian tugas secara tuntas menunjukkan bahwa karyawan telah melaksanakan tanggungjawab yang melekat dan diberikan organisasi.  
2.2   Standar Kinerja
Untuk menetapkan tingkat kinerja karyawan, dibutuhkan mekanisme penilaian kinerja. Sebagai upaya menciptakan satu penilaian yang dianggap adil, yakni adanya kesesuaian antara apa yang dihasilkan karyawan dengan apa yang ditetapkan organiasi,  dibutuhkan satu batasan yang jelas. Batasan atau Patokan yang dapat digunakan sebagai perbandingan terhadap kinerja antar karyawan dengan karyawan dalam satu bidang, atau kegiatan pegawai dalam satu kegiatan yang sama. Pekerjaan yang berbeda satu sama lain akan memberikan satu penilaian yang berbeda. Perbedaan ini pada akhirnya berdampak pada capaian yang dicapai, standar yang harus dibuat serta mekanisme penilaian yang relevan.
Menurut Simamora (2004), semakin jelas standar kinerjanya, makin akurat tingkat penilaian kinerjanya. Dalam organisasi pemerintah, biasaanya antar Pimpinan maupun karyawan tidak seluruhnya mengerti apa yang seharusnya mereka kerjakan. Ketidakpahaman ini selain berdampak pada ketidakjelasan pekerjaaan juga berakibat pada proses penilaian yang cenderung subyektif.
Standar kinerja berhubungan erat dengan evaluasi kinerja. Evaluasi kinerja tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik tanpa standar kinerja. Esensi evaluasi kinerja adalah membandingkan kinerja ternilai dengan standar kinerjanya. Jika evaluasi kinerja dilaksanakan tanpa standar kinerja, hasilnya tidak mempunyai nilai.
Standar kinerja didefinisikan Richard I. Henderson dalam Dedi Rianto Rahadi  (1984) “A set performance standards describes the results that should exist upon the satisfactory completion of a job.”(‘Satu set standard kinerja melukiskan hasil-hasil yang harus ada setelah penyelesaian suatu pekerjaan dengan memuaskan.”) Definisi Richard I. Henderson menunjukkan bahwa standar kinerja merupakan gambaran yang harus terpenuhi ketika pekerjaan selesai dilasakanan. Pengertian juga dapat dimaknai bahwa kinerja seorang karyawan dapat dikatakan memenuhi standar, apabila capaiannya mampu memberikan atau menyelesaikan pekerjaan secara memuaskan (sesuai harapan).
Sementara William B. Werther, Jr. dan Keith Davis dalam Dedi Rianto Rahadi  (1993) mendefinisikan standar kinerja “Perfomance evaluation requires performance standards, which are the benchmarks against which performance is measured. (“Standard kinerja merupakan benchmark atau tolak ukur untuk mengukur kinerja karyawan”)
Sementara itu, Performance Appraisal Handbook US Departement of the Interior dalam Dedi Rianto Rahadi (1995) mendefinisikan standard kinerja sebagai berikut. “The Performance standards are expression of the performance threshold(s),requirement(s), or expectation(s) that must be met for each element at particular level performance (Standar kinerja merupakan ekspresi mengenai ambang kinerja, persyaratan,atau harapan yang harus dicapai untuk setiap elemen pada level kinerja tertentu). Pengertian dari Performance Appraisal Handbook US Departement of the Interior memberikan satu makna bahwa standar kinerja berkaitan denga ambang batas yang harus dipenuhi, persyaratan yang harus dilakukan, harapan dari organisasi terhadap tugas yang telah ditetapkan dalam kinerja.
Standar kinerja yang baik mampu dijadikan sebagai dasar terhadap kinerja maupun dalam mekanisme penilaian atau evaluasi memiliki beberapa kriteria. Kirkpatrick dalam Dedi Rianto Rahadi (2006:39) menjelaskan ada delapan standar kinerja yang efektif, yakni: (1) Standar didasarkan pada pekerjaan; (2) Standar dapat dicapai; (3) Standar dapat dipahami (4) Standar disepakati (5) Standar itu spesifik dan sedapat mungkin terukur (6) Standar berorientasi pada waktu (7) Standar harus tertulis (8) Standar dapat berubah. Berdasarkan kriteria Kirkpatrick tersebut, bahwa standar kinerja yang ideal, pertama standar didasarkan pada pekerjaan. Penetapan standar artinya dibuat dengan mengacu pada pekerjaan yang akan dilaksanakan karyawan.  Ada korelasi dan relevansi antar pekerjaan yang akan dilakukan dengan standar yang ditetapkan.
Berikutnya standar dapat dicapai. Keterbatasan kemampuan individu dan sumberdaya yang dimiliki organisasi harus mempertimbangkan bahwa standar kinerja yang dibuat disesuaikan dengan kondisi kompetensi yang dimiliki karyawan. Sisi lain yang harus diperitungkan bahwa, untuk mencapai target pekerjaan, organisasi berpengaruh terhadap capaian yang akan dicapai. Sumber daya yang dimiliki organisasi, selain manusia akan mempengaruhi terhadap pencapaian kinerja. Dukungan anggaran, metode serta perangkat maupun perlengkapan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja individu dalam  menyelesaikan standar yang ditetapkan organisasi.
Aspek kriteria standar pekerjaan berikutnya adalah Standar dapat dipahami. Keberhasilan karyawan dalam melaksanakan standar kerja terletak pada pemahaman dari standar kinerja itu sendiri. Pembuatan standar kinerja yang rancu akan membingungkan karyawan, dan pekerjaan yang dilakukan tidak dapat diprediksi.
 Kriteria dari standar efektif lainnya adalah Standar disepakati. Kecenderungan penetapan organisasi selama ini cenderung dibuat secara sepihak. Keterlibatan karyawan selaku pelaksana dari standar yang ditetapkan jarang sekali. Kesuksesan standar kinerja idealnya dibuat atas dasar kepsekatan antar pihak yang memiliki otorisasi dan pelaksana.
Berikutnya  Standar itu spesifik dan sedapat mungkin terukur,  standar berorientasi pada waktu,  standar harus tertulis , standar dapat berubah. Maksud dari kriteria standar ini adalah agar standar kinerja tidak hanya berfungsi sebagai patokan bagi karyawan, lebih dari itu standar juga harus dapat diukur, dinilai dan dievaluasi secara obyektif.
Secara umum standar kinerja adalah sebagai tolak ukur (benchmark) untuk menentukan keberhasilan kinerja ternilai dalam melaksanakan pekerjaannya. Standar kinerja merupakan target, sasaran, atau tujuan upaya kerja karyawan dalam ukuran waktu terentu. Dalam melaksanakan pekerjaannya, karyawan harus mengarahkan semua pekerjaannya, karyawan harus mengerahkan semua tenaga, pikiran, keterampilan, pengetahuannya, dan waktu kerjanya untuk mencapai apa yang ditentukan oleh standar kinerjanya.
Standar kinerja memotivasi karyawan agar bekerja keras untuk mencapainya. Standar kinerja menarik, mendorong, dan mengiming-imingi karyawan untuk mencapainya. Jika hal itu tercapai, kepuasan kerja pada diri karyawan akan terjadi. Oleh karena itu standar kinerja juga dikaitkan dengan reward, imbalan, atau sistem kompensasi jika dapat mencapainya. Selain itu, standar kinerja dikaitkan dengan sanksi jika tidak dapat mencapainya.
Ada hubungan yang erat antar kinerja dengan evaluasi, standar kinerja dalam keputusan organisasi. Dedi Rianto Rahadi menggambarkan hubungannya sebagai berikut:

gambar .21
Hubungan Kinerja, Standar Kinerja dan Evaluasi Kinerja
sumber:


2.3  Evaluasi Kinerja Karyawan
Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi kerja karyawan yang dikemukakan oleh Leon C. Mengginson (1981:310) dalam A.A Anwar Prabu Mangkuegara (2012) adalah “penilaian prestasi kerja (performance appraisal) dalah suatu proses yang digunakan oleh pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya”
Selanjutnya Adrew E Sikula (1981:2005) yang dikutif A.A Anwar Prabu Mangkuegara (2000:69) mengemukakan bahwa “penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran dan penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa obyek orang ataupun sesuatu (barang)”.
Sistem untuk menilai, memberikan reward dan pengembangan Sumber Daya Manusia adalah jantung manajemen. Evaluasi kinerja telah digunakan sebagai unsur esensial bagi efektivitas manajemen Sumber Daya Manusia dalam organisasi. Meningkatnya pengakuan secara luas atas penggunaan evaluasi kinerja telah dilaporkan oleh berbagai studi di negara maju, misalnya di Inggris, ada 3 (tiga) survey terbesar tentang praktik evaluasi kinerja yang dilakukan oleh Institute of personel mangement (anderson, 1993). 
Menurut Anderson,  “dari 360 organisasi yang disurvey di inggris, meliputi organisasi industri, busines dan publik, terdapat 74% organisasi menggunakan evaluasi kinerja dan 26%  tidak menggunakannya. Sementara survey terhadap 244 organisasi di Amerika menunjukkan 91% menggunakan sistem evaluasi kinerja secara formal”.
2.3.1        Kriteria Evaluasi Kinerja
Setiap indikator kinerja diukur berdasarkan kriteria standar tertentu. Dalam mengukur kinerja, terdapat kriteria atau ukuran. Kriteria tersebut dikemukakan Dedi Rianto Rahadi sebagai berikut:
1.    Kuantitatif. (seberapa banyak). Ukuran kuantitatif merupakan ukuran paling mudah untuk disusun dan diukurnya, yaitu hanya dengan menghitung seberapa banyak unit keluaran kinerja harus dicapai dalam kurun waktu tertentu.
2.    Kualitatif (seberapa baik). Melukiskan seberapa baik atau seberapa lengkap hasil harus dicapai. Kriteria ini antara lain mengemukakan akurasi, presisi, penampilan (kecantikan dan ketampanan), kemanfaatan dan efektivitas. Standar kualitas dapat diekspresikan sebagai tingkat kesalahan seperti jumlah atau persentase kesalahan yang diperbolehkan per unit hasil kerja.
3.    Ketepatan waktu pelaksanaan tugas atau penyelesaian produk. Kriteria yang menentukan keterbatasan waktu untuk memproduksi suatu produk, membuat suatu atau melayani sesuatu. Kriteria ini menjawab pertanyaan, seperti kapan, berapa cepat, atau dalam periode apa.
4.    Efektivitas penggunaan sumber organisasi. Efektivitas penggunaan sumber dijadikan indikator jika untuk mengerjakan suatu pekerjaan diisyaratkan menggunakan jumlah sumber tertentu, seperti uang dan bahan baku.
5.    Cara melakukan pekerjaan, dilakukan sebagai standar kinerja jika kontak personal, sikap personal, atau perilaku karyawan merupakan faktor penentu keberhasilan melaksanakan pekerjaan.
6.    Efek atas suatu upaya. Pengukuran yang diekspresikan akibat akhir yang diharapkan akan diperoleh dengan bekerja. Standar jenis ini menggunakan kata-kata sehingga dan agar supaya yang digunakan jika hasilnya tidak dapat dikualifikasikan.
7.    Metode melaksanakan tugas. Standar yang digunakan jika ada undang-gundang kebijakan, prosedur standar, metode, dan peraturan untuk menyelesaikan tugas atau jika cara pengecualian ditentukan tidak dapat diterima.
8.    Standar Sejarah. Standar sejarah yang menyatakan hubungan antara standar masa lalu dengan standar sekarag. Standar masa sekarang dinyatakan lebih tinggi atau dari pada standar masa lalu dalam pengertian kuantitas dan kualitas. Contoh:
9.    Standar nol atau absolut. Standar yang menyatakan tidak akan terjadi sesuatu.


2.3.2        Tujuan Evaluasi / Penilaian Kinerja
Sesuatu perusahaan melakukan penilaian kinerja didasarkan pada dua alasan pokok (Anwar Prabu Mangkunegara, 2013: ), yaitu : (1) manajer memerlukan evaluasi yang objektif terhadap kinerja karyawan pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang SDM di masa yang akan datang; dan (2) manajer memerlukan alat yang memungkinkan untuk membantu karyawannya memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan, mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk perkembangan karier dan memperkuat kualitas hubungan antar manajer yang bersangkutan dengan karyawannya.Selain itu penilaian kinerja dapat digunakan untuk :
1.    Mengetahui pengembangan, yang meliputi: (a) identifikasi kebutuhan pelatihan, (b) umpan balik kinerja, (c) menentukan transfer dan penugasan, dan (d) identifikasi kekuatan dan kelemahan karyawan.
2.    Pengambilan keputusan administratif, yang meliputi: (a) keputusan untuk menentukan gaji, pomosi, mempertahankan atau memberhentikan karyawan, (b) pengakuan kinerja karyawan, (c) pemutusan hubungan kerja dan (d) mengidentifikasi yang buruk.
3.    Keperluan perusahaan, yang meliputi: (a) perencanaan SDM, (b) menentukan kebutuhan pelatihan, (c) evaluasi pencapaian tujuan perusahaan, (d) informasi untuk identifikasi tujuan, (e) evaluasi terhadap sistem SDM,dan (f) penguatan terhadap kebutuhan pengembangan perusahaan.
4.    Dokumentasi, yang meliputi: (a) kriteria untuk validasi penelitian, (b) dokumentasi keputusan-keputusan tentang SDM, dan (c) membantu untuk memenuhi persyaratan hukum.
Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian kinerja atau prestasi kinerja karyawan pada dasarnya meliputi :
1.    Untuk mengetahui tingkat prestasi Karyawan selama ini.
2.    Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk pemberian kenaikan gaji berkala, gaji pokok kenaikan gaji istimewa, insentif uang.
3.    Mendorong pertanggungjawaban dari karyawan.
4.    Untuk pembeda antar karyawan yang satu dengan yang lain.
5.    Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi kedalam:
a.    Penugasan kembali, seperti diadakannya mutasi atau transfer, rotasi pekerjaan.
b.    Promosi, kenaikan jabatan.
c.    Training atau latihan.
6.             Meningkat motivasi kerja.
7.             Meningkatkan etos kerja.
8.             Memperkuat hubungan antar karyawan dengan supervisor melalui diskusi tentang kemajuan kerja mereka.
9.             Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk memperbaiki desain pekerjaan, lingkungan kerja, dan rencana karier selanjutnya.
10.         Riset selksi kriteria keberhasilan/efektivtas.
11.         Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan SDM, karier dan keputusan perencanaan suksesi.
12.         Membantu menempatkan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai untuk mencapai hasil yang baik secara menyeluruh.
13.         Sebagai sumbaer informasi untuk pengambilan keputusan yang berkaitan dengan gaji-upah-insentif-kompensasi dan berbagai imbalan lainnya.
14.         Sebagai penyaluran keluhan yang berkaitan dengan masalah pribadi maupun pekerjaan.
15.         Sebagai alat menjaga tingkat kerja.
16.          Sebagai alat untuk membantu dan mendorong karyawan untuk mengambil inisiatif dalam rangka memperbaikan kinerja.
17.         Untuk mengetahui efektivitas kebijakn SDM, seperti seleksi, rekrutmen, pelatihan dan analisis pekerjaan sebagai komponen yang saling ketergantungan di antara fungsi-fungsi SDM.
18.         Mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan-hambatan agar kinerja menjadi baik.
19.         Mengembnagkan dan menetapkan kompensasi pekerjaan.
20.         Pemutusan hubungan kerja, pemberian sanksi ataupun hadiah.

2.4    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Tinggi rendahnya kinerja pegawai tergantung kepada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jones dalam Dedi Rianto Rahadi (2002:92) mengatakan bahwa “Banyak hal yang menyebabkan terjadinya kinerja yang buruk, antara lain: (1) kemampuan pribadi, (2) kemampuan manajer, (3) kesenjangan proses, (4) masalah lingkungan, (5) situasi pribadi, (6) motivasi”.
Wood, at. al. (2001:91) melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu (job performance) sebagai suatu fungsi dari interaksi atribut individu (individual atribut), usaha kerja (work effort) dan dukungan organisasi (organizational support).
Menurut Mangkunegara (2001: 67-68) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang ialah:
1.    Faktor kemampuan, secara umum kemampuan ini terbadi menjadi 2 yaitu kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill). Misalnya seorang dosen seharusnya memiliki kedua kemampuan tersebut agar dapat menyelesaikan jenjang pendidikan formal minimal S2 dan memiliki kemampuan mengajar dalam mata kuliah ampuannya.
2.    Faktor motivasi, motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi bagi dosen sangat penting untuk mencapai visi dan misi institusi pendidikan. Menjadi dosen hendaknya merupakan motivasi yang terbentuk dari awal (by plan), bukan karena keterpaksaan atau kebetulan (by accident).

Armstrong dan Baron  (1198:16) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sebagai berikut: (1)Personal factor, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi dan komitmen pribadi; (2) Leadership  factor, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader; (3) Team factor, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja;            (4) System factor, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi; (5) Contextual/situasional factor, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal;
Sementara Lyman Porter dan Edward Lawler berpendapat bahwa  “kinerja merupakan fungsi dari keinginan melakukan pekerjaan, keterampilam yang perlu untuk menyelesaikan tugas, pemahaman yang jelas atas apa yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannnya. Dengan demikian model persamaan kinerja = F (keinginan melakukan pekerjaan, keterampilan, pemahaman apa dan bagaimana melakukan)”.

2.5  Langkah-Langkah Peningkatan Kinerja

Dalam rangka peningkatan kinerja, paling tidak tujuh langkah yang dapat dilakukan (Anwar Prabu Mangkunegara, 2013: 22), yakni:
(1)     Mengetahui adanya kekurangan dalam kinerja.
Hal ini dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
-          Mengidentifikasi masalah melalui data dan informasi yang dikumpulkan terus-menerus mengenai fungsi-fungsi bisnis.
-          Mengidentifikasi masalah melalui karyawan
-          Memperhatikan masalah yang ada
(2)     Mengenai kekurangan dan tingkat keseriusan
Untuk memperbaiki keadaan tersebut diperlukan beberapa informasi, antara lain:
-          Mengidentifikasi masalah secepat mungkin.
-          Menentukan tingkat keseriusan masalah.
(3)     Mengidentifikasi hal-hal yang mungkin terjadi penyebab kekurangan, baik yang berhubungan dengan sistem maupun yang berhubungan dengan pegawai itu sendiri.
(4)     Mengembangkan rencana tindakan untuk menanggulangi penyebab kekurangan tersebut.
(5)     Melakukan rencana tindakan tersebut.
(6)     Melakukan evaluasi, apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum.
(7)     Mulai dari awal apabila perlu


Sementara Robert Bacal dalam Anwar Prabu Mangkunegara (2013:23) menerangkan 24 (dua puluh empat) point praktis untuk meningkatkan kinerja karyawan. Point tersebut:
(1)               Membuat pola pikir yang modern
(2)               Kenali manfaat
(3)               Kelola kinerja
(4)               Bekerjalah bersama karyawan
(5)               Rencanakan secara tepat dengan sasaran jelas
(6)               Satukan sasaran karyawan
(7)               Tentukan insentif kinerja
(8)               Jadilah orang yang mudah ditemui
(9)               Berfokuslah pada komunikasi
(10)           Lakukan tatap muka
(11)           Hindarkan risiko pemeringkatan
(12)           Jangan lakukan penggolongan
(13)           Persiapkan penilaian
(14)           Awali tinjauan secara benar
(15)           Kenali sebab
(16)           Akui keberhasilan
(17)           Gunakan komunikasi yang kooperatif
(18)           Berfokuslah pada perilaku dan hasil
(19)           Perjelas kinerja
(20)           Perlakukan konflik yang apik
(21)           Gunakan disiplin bertahap
(22)           Kinerja dokumen
(23)           Kembangkan karyawan
(24)           Tingkatkan terus sistem kerja


3.      Kepemimpinan
Kepemimpinan  merupakan  fenomena universal yang sangat penting dalam organisasi, baik organisasi bisnis, pendidikan, politik, keagamaan maupun sosial. Hal ini disebabkan dalam proses interaksi untuk mencapai tujuan, orang-orang yang ada di dalamnya membutuhkan seseorang yang dapat mengkoordinasikan, mengarahkan, dan memudahkan orang-orang tersebut untuk mencapai tujuan, baik tujuan organisasi maupun individu. Tanpa kepemimpianan suatu organisasi hanyalah sejumlah orang atau mesin yang mengalami kebingungan, keith davis dalam Badeni (2012:126)
Kepemimpinan didefinisikan sebagai kemampuan untuk mau bekerja sama dalam tujuan yang ditetapkan organisasi. Leadership is the ability to influence a group toward the achievement of goals, Robbins dalam Badeni (2012:126)..... Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan,
Sementara definisi lain menyebutkan “Leadership is process of influencing the activities of an individual or group in effort toward goal achievement in a given situation. from this definition of leadership process is a function of leader, the follower, and the other situational variabel, Harsey, Paul. Blanchard, Kennneth H & Johnson dalam Wirawan (2013:6)
Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda-beda tergantung pada sudut pandang atau perspektif-perspektif dari para peneliti yang bersangkutan, misalnya dari perspektif individual ataupun aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka. Stogdill dalam Badeni (1974: 259) menyimpulkan bahwa terdapat hampir sama banyaknya definisi tentang kepemimpinan dengan jumlah orang yang telah mencoba mendefinisikannya. Lebih lanjut, Stogdill menyatakan bahwa kepemimpinan sebagai konsep manajemen dapat dirumuskan dalam berbagai macam definisi, tergantung dari mana titik tolak pemikirannya. Misalnya, dengan mengutip pendapat beberapa ahli.
 Paul Hersey dan Kenneth H Blanchard dalam Badeni (1977: 83-84) mengemukakan beberapa definisi kepemimpinan, antara lain:
1.         Kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok (George P. Terry).
2.         Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum (H.Koontz dan C. O'Donnell).
3.         Kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada suatu keadaan dan diarahkan melalui proses komunikasi ke arah tercapainya sesuatu tujuan (R. Tannenbaum, Irving R, F. Massarik).
Untuk lebih mendalami pengertian kepemimpinan, di bawah ini akan dikemukakan beberapa definisi kepemimpinan lainnya seperti yang dikutip oleh Gary Yukl dalam Wirawan (1996: 2):
1.         Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada dan berada di atas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi (Katz dan Kahn)
2.         Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan (Rauch dan Behling)
3.         Kepemimpinan adalah proses memberi arti terhadap usaha kolektif yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran (Jacobs dan Jacques)
Menurut Wahjosumidjo (1984: 26) butir-butir pengertian dari berbagai definisi kepemimpinan, pada hakekatnya memberikan makna :
1.         Kepemimpinan adalah sesuatu yang melekat pada diri seorang pemimpin yang berupa sifat-sifat tertentu seperti kepribadian, kemampuan, dan kesanggupan.
2.         Kepemimpinan adalah serangkaian kegiatan pemimpin yang tidak dapat dipisahkan dengan kedudukan serta gaya atau perilaku pemimpin itu sendiri
3.         Kepemimpinan adalah proses antar hubungan atau interaksi antara pemimpin, bawahan dan situasi.
Dari berbagai definisi yang ada, maka dapat dikatakan bahwa Kepemimpinan (Wirawan: 2013:adalah:
1.      Seni untuk menciptakan kesesuaian paham
2.      Bentuk persuasi dan inspirasi
3.      Kepribadian yang mempunyai pengaruh
4.      Tindakan dan perilaku
5.      Titik sentral proses kegiatan kelompok
6.      Hubungan kekuatan/kekuasaan
7.      Sarana pencapaian tujuan
8.      Hasil dari interaksi
9.      Peranan yang dipolakan
10.  Inisiasi struktur
Berbagai pandangan atau pendapat mengenai batasan atau definisi kepemimpinan di atas, memberikan gambaran bahwa kepemimpinan dilihat dari sudut pendekatan apapun mempunyai sifat universal dan merupakan suatu gejala sosial.
Kepemimpinan sebagai satu proses mempengaruhi orang-orang yang ada di dalam organisasi memiliki beberapa tujuan. Untuk mencapai tujuan organisasi, kepemimpinan juga mempunyai fungsi (Wirawan,2103 64): (1)Menciptakan Visi (2) Mengembangkan Budaya Organisasi (3) (4)Menciptakan strategi (5)Menciptakan Perubahan (6) Memotivasi Para Pengikut (7) Memberdayakan Pengikut (8) Mewakili Sistem Sosial (9) Manajer Konflik
Kata Kunci kepemimpinan adalah pemimpin. Berbagai penelitian mencoba mencari tahu karakteristik apa yang membuat seorang menjadi pemimpin. Wirawan (2013:14) menyatakan bahwa pemimpin harus memiliki beberapa karakteristik tertentu:
A.       Elit Masyarakat
B.       Kualitas Fisik
C.       Kualitas Psikologi
                            1)         Memahami diri sendiri
                            2)         Memiliki kecerdasan intelektual
                            3)         Memiliki kecerdasan emosional
                            4)         Memiliki kecerdasan spiritual
                            5)         Memiliki kecerdasan sosial
                            6)         Kreativitas dan inovasi
                            7)         Komunikator
                            8)         Kepribadian
                            9)         Pengambil risiko
                          10)       Integritas
                          11)       Toleransi terhadap stress


4.      Motivasi
Berdasarkan hasil penelitian McClelland (1961), Edward Murray (1957), Miller dan Gordon (1970) dalam Anwar Prabu Mangkunegara (2000) menyimpulkan bahwa “ada hubungan yang positif antara motivasi berprestasi dengan pencapaian kinerja. Artinya, pimpinan, manajer dan pegawai yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan mencapai kinerja tinggi, dan sebaliknya mereka yang kinerjanya rendah disebabkan karena motivasi kerjanya rendah”.
Robert Kreitner dan Angelo Kinicki dalam Wibowo (2014:330) menyatakan bahwa “Motivasi dapat dipastikan mempengaruhi kinerja, walaupun bukan satu-satunya faktor yang membentuk kinerja”. Hal tersebut dijelaskan dalam model berikut:
Gambar 2.2
A Job performance of motivation
Sumber: Robert Kreitner dan  Angele Kinicki dalam Wibowo (2014:330)

Masukan  individual dan konteks pekerjaan merupakan dua faktor kunci yang mempengaruhi motivasi. Pekerja mempunyai kemampuan, pengetahuan kinerja. Disposisi dan sifat, emosi, suasana hati, keyakinan dan nilai-nilai pada pekerjaan. Konteks pekerjaan mencakup lingkungan fisik, penyelesaian pekerjaan tugas, pendekatan organisasi pada rekognisi dan penghargaan, kecukupan dukungan pengawasan dan budaya organisasi.
Dari sisi organisasi, tugas penting dari seorang pimpinan dalam rangka meningkatkan  kinerja organisasi maupun  individu adalah bagaimana memotivasi para pengikutnya. Oleh karena itu, sejumlah  teoritisi  kepemimpinan memasukkan motivasi sebagai salah satu aspek dalam kepemimpinannya.
Robert R. Blake dan Anne Adams McCance dalam Wirawan (2014:675) memasukkan motivasi sebagai salah aspek penting dalam Grid Theory of Leadership mereka.  Demikian juga Paul Hersey, Kenneth Blanchard dan Dwey E. Johnson (1996) mengemukakan pentingnya motivasi dalam situsioanl leadership theory mereka.
Secara etimologis motivasi berasal dari bahasa Latin movere yang artinya bergerak. Kemudian diadopsi ke bahasa Inggris to move kemudian menjadi motivation dan diadopsi oleh bahasa Indonesia menjadi motivasi. Para fakar telah banyak mengulas mengenai pengertian motivasi dan isi konsep motivasi.
Fred Luthans dalam Wirawan (2014:675) mengemukan definisi motivasi “motivations is a process that starts with a physiological deficiency or need that activates behaviors or drives that is aimed at goal or incentive” (Motivasi adalah proses yang dimulai dengan defisiensi fisiologis atau kebutuhan yang menggerakkan perilaku atau tindakan ditujukan untuk tujuan atau insentif).
Dalam penjelasan selanjutnya,  Fred  Luthans menggambarkan motivasi seperti berikut:
 
  
  
 
  
   
   
Kebutuhan
Dorongan
Insentif
Gambar 2.3
Proses Motivasi menurut Luthans
 
Fred  Luthans menjelaskan bahwa ada tiga elemen penting yang saling tergantung dan interdependen:
a.              Kebutuhan (needs). Kebutuhan tercipta di mana terjadi keseimbangan fisiologis dan psikological. Misalnya, kebutuhan fisiologikal terjadi ketika sel tubuh memerlukan energi dan merasa lapar. Kebutuhan psikologikal terjadi ketika seseorang merindukan keluarganya. Keduanya menghasilkan kebutuhan akan makanan dan kebutuhan bertemu dengan keluarganya.
b.             Dorongan (drives) atau  motif (motives). Dorongan atau motif dua istilah yang dipakai dengan arti yang sama-muncul utuk mengangkat kebutuhan. Dorongan atau motif fisiologikal dan psiklogikal berorientasi pada tindakan dan menyediakan energi untuk mencapai insentif. Dorongan berada pada lubuk yang paling dalam dari proses motivasi. Kebutuhan akan makanan diterjemahkan menjadi dorongan laar dan haus. Kebutuhan akan keluarga diterjemahkan menjadi kebutuhan akan afiliasi.
c.              Insentif (incentives). Insentif adalah apa saja yang akan menghilangkan kebutuhan dan mengurangi dorongan. Insentif akan menyeimbangkan kembali ketidakseimbangan fisiologikal dan psikologkal dan mengurangi dorongan. Makan dan minum dan bertemu keluarga merupakan insentif memenuhi kebutuhan dan mengurangi dorongan.
Pakar lainnya Roberts G. Owens dalam Wirawan (2014:676) dengan menyitir pendapat dari Benard Berelson dan Gary A. Stiener menyatakan bahwa:
“motivasi adalah kondisi dalam tubuh manusia yang dilukiskan sebagai keinginan, dorongan dan sebagainya yang menggerakkan seseorang berperilaku tertentu untuk memenuhi keinginan atau dorongan tersebut. ia mengemukakan bahwa motivasi merupakan varibel antara yang menimbulkan perilaku untuk memenuhi kebutuhan manusia. Lukisan tersebut terlihat pada gambar berikut:”
Motivasi
Kebutuhan Manusia
Perilaku


Gambar 2.4
Proses motivasi menurut Owens
Stepehens Robbins dalam Wirawan (2014:676) mendefinisikan motivasi sebagai berikut:
Motivation is the willingness to do something, and is conditioned by the action’s ability to satisfy some need for the individual. A need, in our teminology means a physiological or psychological deficiency that makes certain outcomes appear attractive” (Motivasi adalah kemauan untuk melakukan sesuatu, dan dikondisikan oleh kemampuan aksi untuk memenuhi beberapa kebutuhan  individu . Kebutuhan di teminology kami berarti kekurangan fisiologis atau psikologis yang membuat hasil tertentu tampil menarik). Teori Robbins digambarkan sebagai berikut:
 
 
  
   
   
Kebtuhan tak terpenuhi
ketegangan
reduksi keteganganterpenuhi
Kebutuhan terpenuhi
Perilaku mencari untuk memuaskan kebutuhan terpenuhi
dorongan
Gambar 2.5
Proses Motivasi menurut Robbins
Robbins menjelaskan bahwa kebutuhan yang tidak terpenuhi akan menciptakan ketegangan yang memunculkan dorongan dalam diri seseorang. Dorongan ini akan menimbulkan perilaku mencari untuk menemukan tujuan tertentu. Yang jika dapat dicapai akan memuaskan kebutuhan. Pemuasan kebutuhan mengurangi ketegangan. 
Fungsi Motivasi    
Wirawan (201:678) menjelaskan bahwa motivasi mempunyai fungsi penting terhadap kepeimpinan organisasi, organisasi dan para individu anggota organisasi. Fungsi tersebut antara lain:
a.              Mendorong para anggota untuk bekerja dan bertindak. Tanpa motivasi orang tidak akan bertindak, bergerak dan bekerja, baik untuk dirinya sendiri atau organisasi. Hanya para pengikut yang mempunyai motivasi kerja dapat dimanfaatkan oleh pemimpin dalam meningkatkan kinerja.
b.             Meningkatkan level efisiensi para pegawai dan organisasi. Pegawai yang termotivasi, melaksanakan tugas tanpa harus diperintah, biaya supervisi atau pengawasan menjadi terkurangi.
c.              Stabilitas tenaga kerja. Pada saat pegawai dengan motivasi kerja tinggi, pegawai tersebut mempunyai kepuasan kerja, etos kerja, disiplin kerja dan semangat kerja tinggi. Pegawai dengan karakteristik seperti ini, sangat kecil kemungkinan  untuk mutasi ke instansi lain. 
 
 
 
 
 
Selanjutnya Wirawan menggambarkan model motivasi sebagai berikut:
 
  
   
   
Keterampilan, kompetensi dan kemampuan pegawai
Faktor-faktor lingkungan kerja:
-     Budaya organisasi
-     Iklim organisasi
-     Manajemen kinerja
-     Bahan mentah dan perlatan kerja
Kinerja pegawai
Motivasi pegawai
Upaya dan Perilaku Pegawai:
-       Semangat Kerja
-       Disiplin
-       Etos kerja
 
 
 







 
 
Gambar 2.6
Model Motivasi Wirawan (2014:679)
 

B.     KERANGKA PIKIR
Kerangka pikir pada dasarnya merupakan penjelasan sementara terhadap gejala yang menjadi objek permasalahan penelitian yang dilakukan. Kerangka pikir disusun berdasarkan tinjauan teoritis dan hasil-hasil penelitian sebelumnya (Harbani Pasolong, 2013:122)
Kerangka pikir dalam Penelitian terhadap kinerja di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kapuas Hulu, peneliti ilustrasikan sebagai berikut:










Personal Factor (Keterampilan, Kompetensi, Motivasi, dan Komitmen pribadi)














Kinerja MSDM

Leadership Factor
(kualitas, dorongan, Bimbingan Manajer)





















Dinas Pendidikan





Tujuan Organisasi














Team Factor
(kualitas dukungan tim kerja)
















System Factor
(sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi)
















Contextual/situasional (faktor, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal)




Gambar 2.7
Kerangka Pikir